Cinta ibu kepada anaknya

23:07 Fatihurrahman 0 Comments



Endless love
Oleh: Hitaf Tanu

Ya Allah, melihat semua kebaikan yang diberikan mereka  yang luar biasa ini, menjadikan hamba  takut akan ketidak mampuan  dalam membalas  semua kebaikan mereka. Meski ku tahu betul bahwa kebaikan mereka tak akan pernah bisa dibalas.  Oh.. Allah, hamba yakin, semua orang tua akan melakukan hal yang sama, seperti apa yang orang tua hamba berikan untuk hamba. Hal ini menjadi pembenaran terhadap apa yang selama ini ku dengar dari nyayian, “Kasih ibu dan ayah tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali bagai sang suria menyinari dunia.” Tapi tetap saja ada kekhawatiran dalam diri ini, kekhawatiran akan ketidak mampuan memperlakukan mereka dengan baik kelak di masa ujur mereka.
Dunia seakan tahu kekhawatiran ini, sehingga dia memperlihatkan kepada ku dengan jelas ketidak mampuan itu. Ketidak mampuan untuk berbakti. Berbakti kepada mereka,  orang terhebat dalam hidup manusia. Kenyataan akan ketidak mampuan anak membalas  budi baik mereka sudah tampak dengan jelas–air susu dibalas air tuba, banyak berita-berita yang ditayangkan di TV-TV anak membunuh ayahnya, anak menghujat ibunya, anak yang hampir memukul ibunya dengan batu bata dan anak meneriaki ibunya. Dan mungkin, kita juga sering melihat hal itu dilingkungan sekitar kita atau kamu sendiri pernah melakukan itu? Pastinya. Dan bahkan ada anak yang tidak saling tegur sapa terhadap orang tuanya sendiri. Ketidak mampuan inilah yang hamba takutkan. Walaupun perintah Allah dalam alquran dan hadis Rasulnya sudah jelas. Tapi kenapa ini masih saja terjadi? Mungkin jawabanya adalah kurangnya ilmu yang dimiliki.
Hari ini, 8 mei 2015, aku, seorang anak desa yang kuliah di kota orang ini, untuk yang kesekian kali dikirimi beras dan beberapa kebutuhan pokok lainnya–seperti ficin, rinso, energen, susu saset, mie goreng, minyak goreng, kerupuk udang, ikan teri, dan bahkan garam pun dikirim. Meski tidak pernah diminta, dan juga sering ku melakukan penolakan, meminta untuk tidak dikirimi itu. Tetapi,  tetap saja dikirim. Subhanallah,  kemurnian cinta ayah dan ibu tak akan pernah ku abaikan, tak akan pernah ku lupakan. Ibu dan bapak, dengan segala kekurangan yang kalian hadapi di ujung pulau Sumbawa sana, tepatnya di Bima, masih tetap bisa memberikan kasih sayangnya. Yang membuat ku terharu ketika membuka paket itu adalah, kutemukan uang sepuluh ribu rupiah yang terselip di sela-sela tumpukan barang-barang itu. Tiba-tiba air mata keluar dengan sendirinya. Cengeng ah!! Itu hal yang biasa, mungkin karena sudah lama juga tak bersua dengan mereka, karena udaah 2 tahun terakhir belum berjumpa. Ketidak pulangan ku bukan karena tidak rindu, tapi karena tidak ingin menambah beban mereka. Berapa rupiah lagi yang harus dikeluarkan kalau seandainnya aku harus pulang.
Kalian semangat ku. Semangat juang ku. Tak akan ku abaikan perjuangan kalian, mengumpulkan rupiah demi rupiah di bawah terik matahari sebagai penjajak padi dan cabe. Teriknya matahari tak dirasa. Keringat bercucuran membasahi tanah. Naik turun pintu rumah orang hanya untuk mencari pinjaman rupiah. Kalian tak pernah malu. Kalian tak pernah lelah, dan kalian tak pernah putus asa. Itu semua demi anak-anak mu, yang mungkin dimasa mendatang, akan lupa denga semua perjuangan kalian. Tapi yakinlah, anak mu yang satu ini, tak akan pernah lupa. Tak akan, meski keraguan akan ketidak mampuan itu masih ada. Mungkin pengorbanan yang sama juga kalian sudah lakukan untuk anak-anak kalian sebelum aku dilahirkan kedunia ini? mungkin saja mereka sudah lupa dengan semua pengorbanan yang telah kalian lakukan? sehingga kalian tidak pernah terjamah lagi oleh tangan-tangan mereka setelah kesuksesan mereka. Tapi yakinlah, semua pengorbanan kalian tidak akan pernah sia-sia. Satu hal yang sering ku ucapakan ketika melihat keadaan kalian adalah kenapa saya harus dilahirkan di akhir? Mungkin ketika aku dilahirkan diawal, hidup kalian akan lebih baik. Tapi aku yakin, Allah punya rencana dasyat dibalik semua ini. Kuncinya adalah ikhlaskan semua kepada Allah. O.K.!
Maafkan anakmu yang satu ini, yang masih belum bisa berbuat apa-apa, tapi do’a, selalu ku lantunkan, mulut ku tidak penah berhenti bertasbih, memohon kepada Allah. Memohon akan kesehataan, keselamatan dunia dan kahirat, serta memohon agar mendapatkan umur yang barokah, diluaskan rezky, dan kelak akan ditempatkan di Syurganya Allah. Amin. Do’a itu yang selalu terlantun, dan  seakan menjadi kebutuhan pokok yang tak akan pernah dilupan dalam keseharian ku. Dalam setiap sujud ku. dan aku pun yakin, dalam setiap sujud kalian selalu menyebut nama anak-anaknya, dengan meminta kesuksesan kami semua. Hanya do’a yang bisa ku berikan untuk kalian saat ini. Love you so much. I am nothing without you both. You are everyting to me. Then, the suffer will be so soon after all. Give thanks to Allah.
Bahagia itu sederhana, ketika memiliki mereka, pemilik cinta yang tak pernah berarkhir. Pecinta yang tidak pernah berpaling. Pecinta yang hanya memberi tanpa meminta. Pada dasarnya cinta memang should be like that sih! It is the nature of love. Tidak akan terganti sampai akhir hayat. Semua orang tua memperlakukan sama semua anaknya. Lalu kenapa harus ada kata pilih kasih? Hanya kalian sendiri yang bisa menawabnya. Kalo menurut ku sih ngak ada kata pilih kasih bagi mereka, karena cinta mereka itu sama. Bijaklah dalam menilai orang tua kalian. Apapun yang orang tua kalian lakukan kepada kalian, itu hanyalah tanda perhatian mereka terhadp anak-anaknya. Tak ada orang tua yang menginginkan anankya tidak bahagia. Kalaupun ada, sikap mereka yang tidak sejalan dengan kita, itu mungkin karena ketidaktahuan mereka mengungkapkan bagaimana cara merefleksikan cinta itu dalm tindakan. Lantas itu, jangan membuat kalian berontak dan murka. Bicaralah dengan lemah lembut. Berilah pengertian.
Lalu, ingatlah,masa dulu, ketika masih belum tahu apa-apa, orang tualah orang paling pengertian. Ketika kita rengek dengan isak tangis karena kehausan, kelaparan dan bahkan pada saat itu kita masih belum bisa walaupun sekedar mengusir nyamuk yang menggigit tubuh halus kita. Merekalah, orang pertama yang datang dengan pelukan hangat cinta kasih mereka.waktu bergulir begitu cepat, kitapun tumbuh dengan cepat, begitupun aku. Ketika mereka sudah tak harus melakukan itu lagi, karena anak-anaknya sudah besar. Disaat itu pulalah keadaan mulai berbanding terbalik. Mereka yang dulunya begitu kuat dan tangguh, sekarang hanya bisa duduk diam dirumah, bahkan untuk sekedar buang air pun tidak bisa dilakukannya. Lantas, bagaimana sikap kita? Bisakah aku dan kamu sepengertian mereka dulu? Bisakah? Mampukah? Kau takut, aku takut. Tapi yakinlah, anakmu yang satu ini bisa melakukan itu. karena kalian adalah berlian dan telalu berharga untuk diabaikn begitu. Berlian yang menjadi modal untuk ku mendapatkan tiket ke tour ke Surga-Nya.
Kalian surga ku. kalian lilin dalam gelap ku. kalian teman ku ketika semua dunia menjauh. Ketika semua mengabaikan ku. kalianlah teman, sahabat, pencita tanpa batas, baik oleh ruang maupun waktu. Meski aku terkadang bertanya-tanya, kenapa harus dilahirkan dalam keadaan fisik yang jalannya Bongkok, kata orang sih begitu.  Tapi, kebaikan kalian begitu kuat, terpatri kuat dalam hati dan fikiranku, sehingga lebih besar rasa syukur ku dilahirkan dari sel kalian berdua. aku bisa masuk ke rahim ibu, bukan dengan tanpa perjuangan, bersaing melawa jutaan sel lainnya. Dan inilah aku, aku adalah seorang pemenang. Itu tidak akan bisa terbantah oleh siapapun. Terimakasih ibu, terimaksih bapak, atas semuanya.
Mereka tidak tahu, kalian adalah kunci menuju ke kebahagiaan yang abadi, sehingga pengorbanan kalian tidak pernah dipandang. Tidak pernah dilirik. Diumur kalian yang sudah tidak muda lagi, kaliaan begitu tegar, dengan segala kekurangan hidup. Ingin cepat ke sana. Dan berbakti kepada kalian meski hanya waktu liburan tiba. Paling tidak bisa melihat kalian tersenyum sudah cukup membahagiakan hati. Well, thanks  very much for everything you have already given to me.
for the endless love you have for me. Aku punya karya, yang dikhususkan buat kalian berdua. Surga cinta ku, Nafas hidup ku, Jantung hidup ku dan semangat juang ku. dan foto disamping adalah foto di mana tanda cinta kasih kalian, tanda cinta yang tidak berakhir dan tidak akan pernah. Begitu juga cinta ku pada kalian. It will never expire. Even there is a bit thing comes up on my mind, it is a dread that I  scare about.
I do remeber, ketika itu usia baru menginjak 15 tahun, dan fisik kalian masih begitu kekar. Naik gunung, dengan membawa karung untuk mencari rupiah, harus berangkat subuh-subuh, agar mencapai puncak  gunung sebelum matahari terbit. Dengan bekal seadanya, ku ikuti ibu ku, yang semangatnya luar  biasa. Perjuangan untuk mengambil biji kemiri tidaklah mudah, menjinjing karung yang berisi 500 biji kemiri atau yang sudah memenuhi setengah karung itu tidaklah mudah, dibawa ke sana ke mari, dari pohon kemiri satu kepohon kemiri yang lain. Semak-semak dihutan belantara harus dijajaki hanya untuk beberapa puluh ribu rupiah. Hujan saat musim kemiri itu adalah membawa berkah tersendiri bagi pencari dan pengumpul biji kemiri seperti kami, karena saat hujan tiba biji kemiri yang sudah tua akan mudah copot dari tangkainya. Perjuangan yang paling berat ketika itu adalah, saat pulang, karena harus meneteng biji kemiri itu. dengan jalan yang terjal, tanjakan dan turunan menjadi jalan yang dilalui, belum lagi jarak yang teramat jauh.
Ibu ku cukup  kuat saat itu, musim kemiri berganti musim jambu mente, tandanya rezeki beralih musim. Aku dan ibu beserta adikku harus berjuang lagi, kegunung lagi, untuk mendapatkan rupiah demi rupiah. Ibu ku mengajarkan ku hidup sederhana dan mandiri. Musim jambu mente, adalah sumber rupiah baru bagi ku dan ibu ku, meski yang didapat tidak seberapa, jika hujan menjadi menjadi berkah di musim kemiri, maka di musim jambu mente, kera menjadi berkah tersendiri di musim ini, karena kera mempermudah aku  dan ibu ku untuk mendapatkan biji jambu mente, kami tidak perlu capek-capek naik untuk mendapatkan biji jambu mente yang sudah tua dan ke cokelatan itu. yang kami butuhkan hanya sebatang tangkai, untuk mecari biji-biji di sela-sela tumpukan dau yang sudah kering.
Rasanya waktu begitu cepat berputar, bergulir dari tahun 1994 ke 2015 dan sekarang ayah dan ibu sering sakit-sakitan. Ibu pun tidak mampu lagi untuk naik gunung. Ibu dan ayah sekarang beralih profesi jadi petani tulen. Petani padi dan cabe. Walaupun hasil dari bertani padi dan cabe tidak seberapa. Paling tidak bisa sedikit membantu. Meski dulu bapak adalah seorang PNS yang ngajar di Sekolah Dasar, Maklumlah bapak tidak pernah menginjak dunia perkuliahan, sehingga pangkat tidak setinggi mereka yang PNS dengan ijazah perkuliahan. Dan gajinya pun pas-pasan. Sekarang bapak sudah pensiun sejak 2012 lalu, gaji bapak semakin menipis, hanya beberapa ratus ribu rupiah saja. sedangkan  kebutuhan semakin banyak, belum lagi kebutuhan diperkuliahan. Itulah kenapa sejak kecil sampai sekarang, aku dan adik ku tidak pernah menuntut  apa-apa. Karena ibu mengajarkan hidup dalam kesederhanaa sejak kecil.
Kondisi ini pula, adik ku diharuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dulu sebelum aku selesai menamatkan S1 ku. Adikku cukup pengertian. Dan tahun 2016, aku harus menamatkan S1 ku. Demi adik ku, demi orang tua ku.
Inilah karya itu, sederhana. Special buat kalian, bapak dan ibu terhebat sepanjang masa.

0 comments: