contoh makalah bahasa indonesia tentang Kepunahan Bahasa Lokal Di Indonesia Di Era Globalisasi

15:43 Fatihurrahman 1 Comments




Kepunahan Bahasa Lokal Di Indonesia Di Era Globalisasi :
Jawa Krama Inggil Diambang Kepunahan
Oleh:  Fatihurrahman

1.     PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan mahkluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai mahkluk sosial, manusia perlu berinteraksi dengan manusia lain. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa untuk menyampaikan pikiran dan pesan yang ingin disampaikan kepada lawan bicaranya. Menurut Kridalaksana (1982), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh suatu kelompok masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Dari pendapat diatas dapatlah disimpulkan bahawa tanpa bahasa manusia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi satu sama lain. Dengan demikian, bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia.
Di dunia ini jumlah bahasa yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi  mencapai 6912 dan 700 dari 6912 bahasa itu  ada di Indonesia. Data yang sama juga didapat dari Pusat Bahasa (dalam Darmojuwono, 2011) menyatakan bahwa jumlah bahasa daerah yang hidup dan berkembang di Indonesia lebih dari 700 bahasa daerah. Bahkan, didalam satu suku terdapat perbedaan bahasa, baik dari aspek penggunaan kosa kata maupun dari aspek dialek misalnya, dalam suku Jawa terdapat perbedaan antara bahasa Jawa di daerah Yogyakarta dengan bahasa Jawa di daerah Surabaya bahkan Surbaya dengan Malang pun memiliki perbedaan meski tidak sesignifikan dengan Yogyakarta. Hal ini bisa saja disebabkan oleh ke dua aspek di atas. Seperti yang dikatakan Chaer (2010) dalam bukunya yang berjudul sociolinguistik: perkenalan awal. Dia mengatakan bahwa, hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang disebut variasi, ragam atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu di masyarakat.
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Jawa untuk berkomunikasi didalam kehidupan masyarkat Jawa. Oleh karena itu, bahasa Jawa merupakan  first language atau mother thouge atau dalam bahasa Indonesia “bahasa Ibu”. Menurut Masinambouw (dalam Crista, 2012:2), yang mengatakan bahasa sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi manusia didalam masyarakat, sehingga di dalam tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku didalam budaya itu. Adanya berbagai macam kelompok masyarakat menyebabkan timbulnya ragam  penggunaan bahasa Jawa sesuai dengan kondisi sosial– tua-muda, kaya-miskin, si penutur. Oleh karena itu, bahasa Jawa memiliki banyak ragam, serta penggunaannya pun disesuaikan dengan strata sosial seseorang seperti jenis Jawa Ngoko, Krama– baik Inggil maupun Madya.
Banyaknya jenis bahasa Jawa menjadi kekuatan tersediri bagi para peneliti, untuk mencari tahu jenis bahasa Jawa mana– Ngoko, krama Inggil, Krama Halus dan Krama Madya, yang terancam tersisih di era globalisasi ini. Sebagai peneliti, saya yakin bahwa di antara jenis-jenis bahasa tersebut ada yang menjadi bahasa minoritas. Di era modern ini, beberapa orang berpendapat bahwa, bahasa Indonesia berada dalam bahaya karena globalisasi, dalam kasus ini, kita tahu bahwa bahasa yang berada dalam bahaya ketika speakers atau penuturnya yang kurang dari 50 persen. Sebuah definisi terkait minority language, atau bahasa minoritas yang diberikan oleh PBB (dalam Chaklader: 1981):
“The term minority includes only those non dominant groups in a population which possess and wish to preserve stable, ethnic, religious or linguistic traditions or characteristics markedly different from those of the rest of the population (UN Yearbook for Human Rights 1950:490; quoted in Chaklader 1981:16).”
Istilah minoritas hanya mencakup kelompok-kelompok non dominan dalam populasi yang memiliki dan ingin melestarikan stabilitas, etnis, agama atau bahasa, tradisi atau karakteristik nyata yang berbeda dengan orang-orang dari seluruh penduduk (UN Yearbook for Human Rights 1950:490; dikutip dalam Chaklader 1981:16).” 
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dikatakan minoritas ketika suatu etnis, bahasa dan agama memiliki sedikit jumlah penutur ataupun pengikut didalam suatu golongan masyarakat. Grimes (dalam Ibrahim 2008, 10) mengatakan sebab utama kepunahan bahasa-bahasa adalah karena para orang tua tidak lagi mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anaknya dan tidak lagi secara aktif menggunakannya di rumah dalam berbagai ranah komunikasi. Kami setuju dengan pendapat di atas, jika segolongan orang ini mati sebelum mereka mengajarkan bahasa kepada para penerusnya maka mati pula lah bahasa tersebut dan peradabannya akan ikut lenyap bersamaan dengan hilangnya bahasa tersebut.
Dari penelitian yang peneliti lakukan secara oral atau wawancara menemukan bahwa dari beberapa jenis bahasa Jawa yang disebutkan di atas, bahasa Jawa yang sedang dalam ambang kepunahan adalah jenis Krama Inggil, yang mana hanya digunakan di kalangan para orang tua dan sebagian kecil anak muda. Dan juga tidak semua orang tua juga paham terhadap bahasa ini. UNESCO mengatakan:
"When a language dies, the world loses valuable cultural heritage - a great deal of the legends, poems and the knowledge gathered by generations is simply lost. Ketika sebuah bahasa punah, dunia kehilangan warisan yang sangat berharga – sejumlah besar legenda, puisi, dan pengetahuan yang terhimpun dari generasi ke generasi akan ikut punah.”
Generasi muda suku Jawa sudah sepantasnya melestarikan bahasa Jawa demi kelangsungan dan tetap terjaganya bahasa Jawa di pulau Jawa khususnya bahasa Jawa Krama Inggil. Apalagi, bahasa Jawa merupakan bahasa budi yang menyiratkan budi pekerti luhur, atau merupakan cerminan dari tata krama dan tata krama berbahasa menunjukkan budi pekerti pemakainya. Itulah kenapa pentingnnya mengetahui kedudukan bahasa mengembangkan peradaban manusia. Oleh karena itu, dengan mengetahui kedaan bahasa di era yang semakin modern ini sangat lah penting. Disamping itu, penanaman nilai-nilai akan pentingnya menjaga  dan melestarikan bahasa, dalam  hal ini bahasa Jawa Krama  Inggil menjadi pekerjaan rumah bagi semua orang, terkhususnya para generasi muda. Penjelasan lebih rinci akan dijelaskan di pembahasan.  
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti dari penelitian ini adalah yang tercangkup dalam rumusan masalah umum dan khusus yaitu:
          1.2.1. Rumusan masalah umum
          Rumusan masalah umum dalam makalah ini yaitu “bagaimana pengaruh globalisasi terhadap eksistensi dan kepunahan bahasa lokal di indonesia?”
            1.2.2. Rumusan masalah khusus
                     Rumusan khusus dari makalah ini adalah:
   1. Bagaimanakah tanggapan masyarakat jawa terhadap keberadaan Bahasa Jawa      Krama Inggil Di Era Globalisasi?
            2.   Apakah ada hubungan antara punahnya bahasa lokal dengan Era Globalisasi?
3. Bagaimanakah cara untuk melestarikan Bahasa Jawa Krama Inggil dari ancaman kepunahan?

2.    PEMBAHASAN
2.1  Tanggapan Masyarakat Terhadap Keberadaan (eksistensi) Bahasa Jawa Di Era Globalisasi
Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitrer, yang mana setiap orang bisa memberikan makna suatu kata sesuai dengan kesepakatan suatu kelompok masyarakat. Dengan kata lain, kata yang serupa akan memiliki makna yang berbeda dengan daerah lain. Hal ini sesuai dengan apa yang katakan oleh Kridalaksana (2001), dia mengatakan bahwa “bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer......”. Bahasa dalam hubunganya dengan masyarakat memiliki fungsi sebagai alat untuk berinteraksi sosial, karena sebagia manusia yang bersifat sosial sehingga kebutuhan bahasa adalah sangat penting. Ketika berbicara tentang bahasa maka tidak akan pernah dapat dipisahkan dari budaya seperti yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Herman, 2009:1), seorang sarjana Perancis, menyebutkan bahwa budaya (pikiran) akan membentuk bahasa seseorang. Pendapat Piaget juga didukung oleh Chaer (2003:61) menyatakan, jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya.
Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan suku Jawa dalam berkomunikasi. Dalam penggunaan bahasa Jawa harus memperhatikan tingkatan orang yang diajak bebicara, karena bahasa Jawa terdiri atas beberapa tingkatan, salah satunya adalah yaitu Krama Inggil, yang sekarang meluntur seiring dengan  perkembangan jaman. Dalam hal berkomunikasi, masyarakat Jawa mengenal banyak variasi bahasa. Berikut adalah tingkatan bahasa dan penggunaannya :
  1. ngoko lugu biasa digunakan untuk teman sebaya, pada yang lebih muda, pemimpin pada bawahan, dan berbicara sendiri.
  2. ngoko alus digunakan untuk menghormati mitra tutur yang sedang dibicarakan.
  3. krama inggil digunakan untuk orang yang lebih muda pada orang yang lebih tua,bawahan pada atasan.
  4. Krama inggil sungko digunakan oleh para orang tua yang faham dan biasanya oleh raja-raja, seperti di situasi formal keraton.
Itulah beberapa jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Jawa yang disesuaikan dengan tingkat strata sosialnya. Oleh karena itu, para pemuda harus bisa menguasai jenis bahasa tersebut untuk menjaga kesantunan ketika melakukan interaksi langsung dengan teman sebaya sampai orang yang lebih tua darinya.
Ketika penguasaan bahasa Krama Inggil buruk bahkan tidak bisa sama sekali, maka budaya rasa hormat dari yang muda ke yang tua akan lenyap. Lagi-lagi karena ketidak pahaman mereka terhadap bahasa sehingga memberikan danpak buruk terhadap budayanya, bahkan dampak itu bisa menghilangkan budaya yang telah dianut sejak nenek moyang suku Jawa.  Keberagaman jenis bahasa selalu merefleksikan tata nilai dan norma yang ada didalam tatanan masyarkat Jawa. Adanya perbedaan jenis bahasa Jawa menandakan adanya perbedaan strata sosial masyarakatnya. Akan sangat aneh ketika bahasa Jawa atau bahasa apapun hanya memiliki satu jenis bahasa, misalnya masyarakat Jawa hanya memiliki jenis bahasa seperti Jawa Krama. Satu jenis bahasa ini akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tatanan kehidupan masyarakatnya. Komunikasi antar teman sebaya akan terlihat kaku dan lain sebagainya. Walaupun semakin banyak jenis bahasa Jawa memberikan dampak terhadap lahirnya bahasa mayoritas dan minoritas.
Di era yang semakin berkembang ini, dunia seakan menawarkan kehidupan yang serba canggih, penggunaan alat-alat modern sudah menembus ke pelosok-pelosok desa. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Jawa seakan terlena akan kehidupan mewah itu. Walaupun sangat berpengaruh positif dari sisi ekonomi, politik dan kemudahan berinteraksi. Contoh kecilnya adalah, ada seorang mahasiswa yang terpaksa kuliah di luar negeri karena tuntutan pendidikan, fashback ke jaman dahulu, dimana orang-orang menggunakan telegram untuk  berkomunikasi atau saling tukar informasi, tapi sekarang, di abad ke 21 ini mereka seakan dimanjakan oleh produk akal manusia, yang disebut sebagai teknologi. Globalisasi disamping membawa pengaruh posotif, juga memberikan danpak negatif terhadap penggunaan bahasa Jawa. Sehingga tidak sedikit dari pengamat bahasa  mengatakan “wong Jawa ilang Jawane” yang artinya adalah orang Jawa sekarang telah luntur nilai kejawaannya.
Istilah “wong Jawa ilang Jawane ini merangkak dari fakta mirisnya pengguna Bahasa Jawa Krama, khususnya Krama Inggil. Banyaknya  para pemuda yang tidak paham terhadap penggunaan bahasa yang santun ini–Krama Inggil, membuat para lingust (ahli bahasa) dan para orang tua khawatir akan punahnya bahasa tersebut. Padahal, menciptakan suatu bahasa itu sangat sulit. Kekhawatiran mereka juga didukung oleh adanya lembaga PBB mengatakan bahwa, bahasa didunia ini setiap 2 minggu sekali ada  satu bahasa yang hilang. Hal ini semakin membuat miris para generasi tua dan para pemerhati budaya Jawa.
Di era globalisasi seperti saat ini, peran orang tua dalam menjaga eksistensi bahasa Jawa Krama Inggil sangat miris, kebanyak para orang tua menggunakan bahasa Ngoko, Krama Madya dan bahasa Indonesia padahal dalam kontek ini, Krama Inggil lah yang menjadi central fokus mereka. Ketidaktahuan mereka akan kepunahan bahasa Krama Inggil dan kurangnnya peran pemerintah dalam melakukan sosialisasi terhadap masyarakat menambah ketidaktahuan mereka. Sebenarnya, orang tua dan pemerintahlah yang harus menjadi agen pemberdaya dan pengamat bahasa. Bukan malah para pengamat bahasa yang mengatas namakan organisasi atau lembaga diluar pemerintahan. 
Dari puluhan ribu kosa kata bahasa Jawa Krama Inggil, hanya sedikit yang memasyarakat di semua lapisan masyarakat, seperti “enggeh, dalem” Itu hanya sepenggal kata yang bisa diucapkan oleh anak-anak jaman sekarang.
 Menurut hasil wawancara saya dengan salah seorang pemuda Jawa tulen­–asal Kediri, dia mengatakan bahwa, “penutur bahasa Jawa Krama Inggil merupan presentase paling sedikit diantara jenis bahasa Jawa yang lain dan  persentase itu tidak lebih dari 40 persen penuturnya.” Hal ini adalah fakta, saya masih ingat ketika melakukan kegiatan KKM (Kuliah Kerja Mahasiswa) tahun 2014, yang bertempat di Malang Selatan, di Kecamatan Pagak, desa Sumber Kerto selama kurang lebih satu bulan. Kami waktu itu dua belas anak, ketika kami melakukan silaturahmi dengan masyarakat disekitar desa Sumber Kerto, dimana masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil, kami mengalami kesulitan. Padahal sebelas dari dua belas anak itu adalah keturunan asli jawa. Dan hanya 2 diantara mereka yang paham dan bisa menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil dengan baik dan benar. Hal serupa pun terjadi di hampir semua kelompok yang tersebar di  berbagai pelosok kota dan kabupaten Malang pada saat itu mengeluhkan hal yang sama.
Contoh di atas merupakan  potret nyata bahwa bahasa Jawa Krama Inggil disamping minoritas juga  berada di ambang kepunahan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan dan model pengajaran yang ada di rumah dan lingkungan sekitar juga. Orang tua yang tidak membiasakan anak-anaknya untuk menggunakan bahasa Krama Inggil, lebih suka dengan menggunakan Bahasa Jawa Ngoko atau Bahasa Indonesia. Hal ini terlihat sepele, namun dapat melumpuhan eksistensi Krama Inggil sebagai Bahasa khas tanah Jawa yang akan berpengaruh terhadap tingkah laku anak jaman sekarang.
2.2 Hubungan Antara Punahnya Bahasa Krama Inggil Dengan Era Globalisasi
Bahasa semakin berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Menurut Raharjo (dalam perkuliahan sociolinguistics), dia menjelaskan:
“Language is like human beings, it grows and it may die due to certain reason. Due to its grows hamonious with the developmet of the world,  no language which does not change, therefore the growth of a language is in line with the growth of social development, scientific and technological development (2015). Noam Chomsky juga sepakat bahwa kajian bahasa memiliki erat kaitan dengan budaya (1957).
Dari penjelasan di atas, saya dapat menarik kesimpulan bahwa ketika berbicara tentang bahasa, maka akan sangat sulit dipisahkan dengan era atau jaman di mana masyarakat penutur bahasa itu berada. Keberadaan bahasa menjadi sangat penting di era globalisasi. Bahasa berperan penting dalam pembangunan dan perkembangan teknologi. Dengan bahasa manusia berkarya. Dengan kata lain, peradaban manusia akan selalu berkaitan erat dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya. Sehingga ada istilah yang mengatakan bahwa hilangnya atau punahnya suatu bahasa maka peradaban manusia akan ikut punah. Hal ini sejalan dengan, UNESCO mengatakan bahwa “ketika sebuah bahasa punah, dunia kehilangan warisan yang sangat berharga–sejumlah besar legenda, puisi, dan pengetahuan yang terhimpun dari generasi ke generasi akan ikut punah.”

2.3 Cara-Cara Untuk Melestarikan Bahasa Jawa Krama Inggil dari ancaman kepunahan
Ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah dari kepunahan seperti, melakukan dokumentasi bahasa, membiasakan pemggunaan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Laksono, Dari berbagai pengalaman–selain melindungi penutur asli serta penyelenggaraan kongres dan seminar tentang kebahasaan, yang akhirnya diusulkan beberapa upaya revitalisasi serta pelestarian dan pengembangan bahasa daerah yakni dengan:
1.  melakukan pendokumentasian;
2. melakukan penggunaan bahasa/pembiasaan dalam berbicara (sekaligus menyimak)   pembiasaan dalam menulis (sekaligus membaca) dan pembelajaran yang komunikatif
3.  melakukan kreativitas dalam penggunaan bahasa
5.  menyumbangkan kosakata bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia
6.  melakukan penyusunan modul bahasa daerah supaya bahasa daerah dapat dipelajari oleh semua orang
Perlu diingat bahwa cara yang paling baik untuk mematikan sebuah bahasa adalah dengan mengajarkan bahasa lain dan membiasakannya. Oleh sebab itu, pemerintah daerah (pemprov/pemda) dan perguruan tinggi perlu mengurus dan mengatur pengembangan bahasa daerah, baik yang terdapat dalam masyarakat umum maupun yang berlaku di sekolah-sekolah. Pemberlakuan kurikulum juga harus diterapkan disekolah-sekolah formal, sebagai wadah pengajaran bahasa jawa krama inggil. Meskipun sejak tahun 2006 kurikulum pembelajaran bahasa jawa sudah diterapkan di hampir seluruh instansi formal, tapi belum terfokus pada bahasa Jawa Krama Inggil. Sehingga penerapan kurikulum ini masih belum efisien, sehingga yang harus diperhatikan adalah penerapan kurikulum yang sampai sekarang dikenal dengan istilah “Muatan Lokal”, dimana didalamnya akan diajarkan tentang kearifan lokal suatu daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah Jawa menfokuskan pada pembelajaran bahasa Jawa dan itu hanya berlaku ditingkat SD dan SMP sedangka di tingkat SMU/MA/SMK kurikulum ini tidak diberlakukan. Oleh karena itu, pentingnya mengetahui bahasa minoritas dalam hal ini Bahasa Jawa Krama Inggil akan membantu masyarakatnya untuk mengetahui bagaimana cara-cara yang tepat untuk menjaga kelestarian Bahasa Jawa Krama Inggil dari ancama kepunahan di era globalisasi. Dengan kata lain, bahasa daerah merupakan aset dunia yang wajib dipertahankan dan juga memiliki banyak kearifan lokal yang layak dipahami anggota komunitasnya.

3. Kesimpulan
Kepunahan Bahasa Jawa Krama Inggil di era globalisasi seakan menjadi pekerjaan rumah (PR) baru bagi para generasi tua. Hadirnya globalisasi membawa dampak positif sekaligus memberi dampak negatif yang sangat besar terhadap kearifan lokal Bahasa Jawa Krama Inggil. Bagaimana tidak, para anak muda jaman sekarang, banyak yang tidak menguasai Bahasa Jawa Krama Inggil. Hal itu disebabkan karena era globalisasi seperti sekarang ini, seperti pemakaian bahasa gaul, bahasa asing, Jelas kondisi ini akan memperparah eksistensi Krama Inggil dan bahkan terancam punah dan menimbulkan tingkah laku seenak sendiri bagi kaum muda. Sehingga banyak para ahli mengatakan bahwa, “ wong jowo ilang jowone,” yang bersuber dari fakta akan ketidak pedulian masyarakatnya terhadap keberadaan Bahasa Krama Inggil.
Untuk melestarikan Bahasa Krama Inggil maka peran seluruh lapisan masyarakat Jawa– seperti para orang tua, pemerintah dan juga generasi muda, menjadi titik pusat untuk mempertahankan Bahasa Krama Inggil. Jika bahasa krama inggil punah maka satu peradaban akan ikut punah. Maka untuk Menjaga dan melestarikan bahasa Jawa Krama Inggil dari kepunahan tidaklah mudah. Maka dari itu, dengan mengetahui cara yang tepat untuk melestarikan bahasa tersebut dari ancaman kepunahan seperti mengajarkan dan membiasakan menggunakannya dalam kehidupan sehari merupakan cara terbaik untuk menjaga eksistensi bahasa Jawa Krama Inggil dari kematian.

4.   DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, A. & Agustina, L. 2010. Sociolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta

Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. The Hague: Mouton  Crista, Janny.
Crista, Janny. 2012. Bahasa dan Kebudayaan Sosiolinguistik. (Online),    (http://wwwkedaiilmujani.blogspot.com/2012/05/bahasa-dan-kebudayaasosiolinguistik.html), diakses pada tanggal 03 Mei 2015.
Darmojuwono, Setiawan. 2011. Jurnal Masyarakat Linguistik: Peran Unsur Etnopragmatis dalam Komunikasi Masyarakat Multikultural. ISSN: 0215-4846. (Elektronik Pdf), diakses pada tanggal 20 Mei 2015.
Herman, Rn. 2009. Antara Bahasa dan Budaya. (Online), (http://lidahtinta.worpress.com/2009/05/30/antara-bahasa-dan-budaya), diakses pada tanggal 05 mei 2015.

Ibrahim, Gamil. 2010. Bahasa Daerah Lampung Terancam Punah. (Online), (http://gamil-opinion.blogspot.com/2010/02/20), diakses pada tanggal  05 Mei 2015.

Kridalaksana, Harimurti.1982. Introduction to Word Formation and Word Classes. Jakarta: Universitas Indonesia
Laksono, Kisyani. Tanpa tahun. Pelestarian Dan Pengembangan Bahasa-Bahasa Daerah Di Indonesia. (Online), (http://laksono.blogspot.com/), diakses pada tanggal 20 maret 2015.

Pandharipande, R. V.2002. International Journal On Multicultural Societies: Minority Matters Issues in Minority Languages in India. Dalam Chaklader, S. (Eds). 1981. Linguistic Minority As a Cohesive Force In Indian Federal Process. 4 (2). (Elektronik Pdf), diakses pada tanggal 03 November 2014.
Unecso. 2012. Bahasa Daerah Indonesia Terancam Punah:  Penyebab Kepunahan Bahasa. (Online), (http://vinianisya.blogspot.com/2012/03/bahasa-daerah-di-indonesia-terancam.html), diakses pada tanggal 05 Mei 2015.

1 comment: