contoh makalah bahasa indonesia tentang Kepunahan Bahasa Lokal Di Indonesia Di Era Globalisasi
Kepunahan
Bahasa Lokal Di Indonesia Di Era Globalisasi :
Jawa
Krama Inggil Diambang Kepunahan
Oleh:
Fatihurrahman
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan mahkluk individu dan sekaligus sebagai
makhluk sosial. Sebagai mahkluk sosial, manusia perlu berinteraksi dengan
manusia lain. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa untuk menyampaikan
pikiran dan pesan yang ingin disampaikan kepada lawan bicaranya. Menurut
Kridalaksana (1982), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh suatu kelompok masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Dari pendapat diatas dapatlah disimpulkan bahawa
tanpa bahasa manusia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi satu sama
lain. Dengan demikian, bahasa
merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia.
Di
dunia ini jumlah bahasa yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi mencapai 6912 dan 700 dari 6912 bahasa itu ada di Indonesia. Data yang sama juga didapat dari Pusat Bahasa (dalam
Darmojuwono, 2011) menyatakan bahwa jumlah bahasa daerah yang hidup dan
berkembang di Indonesia lebih dari 700 bahasa daerah. Bahkan, didalam satu suku
terdapat perbedaan bahasa, baik dari aspek penggunaan kosa kata maupun dari
aspek dialek misalnya, dalam suku Jawa terdapat perbedaan antara bahasa Jawa di
daerah Yogyakarta dengan bahasa Jawa di daerah Surabaya bahkan Surbaya dengan
Malang pun memiliki perbedaan meski tidak sesignifikan dengan Yogyakarta. Hal
ini bisa saja disebabkan oleh ke dua aspek di atas. Seperti yang dikatakan
Chaer (2010) dalam bukunya yang berjudul sociolinguistik: perkenalan awal. Dia
mengatakan bahwa, hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang disebut
variasi, ragam atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu di
masyarakat.
Bahasa Jawa
merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Jawa untuk berkomunikasi didalam
kehidupan masyarkat Jawa. Oleh karena itu, bahasa Jawa merupakan first
language atau mother thouge atau dalam
bahasa Indonesia “bahasa Ibu”. Menurut
Masinambouw (dalam Crista, 2012:2), yang mengatakan bahasa sistem bahasa
mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi manusia didalam
masyarakat, sehingga di dalam tindak laku berbahasa haruslah disertai
norma-norma yang berlaku didalam budaya itu. Adanya berbagai macam kelompok
masyarakat menyebabkan timbulnya ragam penggunaan bahasa Jawa sesuai dengan kondisi
sosial– tua-muda, kaya-miskin, si penutur. Oleh karena itu, bahasa Jawa
memiliki banyak ragam, serta penggunaannya pun disesuaikan dengan strata sosial
seseorang seperti jenis Jawa Ngoko, Krama– baik Inggil maupun Madya.
Banyaknya jenis
bahasa Jawa menjadi kekuatan tersediri bagi para peneliti, untuk mencari tahu
jenis bahasa Jawa mana– Ngoko, krama Inggil, Krama Halus dan Krama Madya, yang
terancam tersisih di era globalisasi ini. Sebagai peneliti, saya yakin bahwa di
antara jenis-jenis bahasa tersebut ada yang menjadi bahasa minoritas. Di era modern
ini, beberapa orang berpendapat bahwa,
bahasa Indonesia berada dalam bahaya
karena globalisasi, dalam kasus ini, kita tahu bahwa bahasa yang berada
dalam bahaya ketika speakers atau
penuturnya yang kurang dari
50 persen. Sebuah
definisi terkait minority
language, atau bahasa minoritas yang diberikan oleh PBB
(dalam Chaklader: 1981):
“The term minority includes only
those non dominant groups in a population which possess and wish to preserve
stable, ethnic, religious or linguistic traditions or characteristics markedly
different from those of the rest of the population (UN
Yearbook for Human Rights 1950:490; quoted in Chaklader 1981:16).”
“Istilah minoritas hanya
mencakup kelompok-kelompok non
dominan dalam populasi yang memiliki dan ingin
melestarikan stabilitas, etnis, agama atau bahasa, tradisi atau karakteristik nyata yang berbeda dengan orang-orang dari seluruh penduduk (UN
Yearbook for Human Rights 1950:490; dikutip dalam Chaklader 1981:16).”
Dari
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dikatakan minoritas ketika suatu etnis,
bahasa dan agama memiliki sedikit jumlah penutur ataupun pengikut didalam suatu
golongan masyarakat. Grimes (dalam
Ibrahim 2008, 10) mengatakan sebab utama kepunahan bahasa-bahasa adalah karena
para orang tua tidak lagi mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anaknya dan tidak
lagi secara aktif menggunakannya di rumah dalam berbagai ranah komunikasi. Kami
setuju dengan pendapat di atas, jika segolongan orang ini mati sebelum mereka
mengajarkan bahasa kepada para penerusnya maka mati pula lah bahasa tersebut
dan peradabannya akan ikut lenyap bersamaan dengan hilangnya bahasa tersebut.
Dari penelitian yang peneliti lakukan secara
oral atau wawancara menemukan bahwa dari beberapa jenis bahasa Jawa yang
disebutkan di atas, bahasa Jawa yang sedang dalam ambang kepunahan adalah jenis
Krama Inggil, yang mana hanya digunakan di kalangan para orang tua dan sebagian
kecil anak muda. Dan juga tidak semua orang tua juga paham terhadap bahasa ini.
UNESCO mengatakan:
"When a language dies, the
world loses valuable cultural heritage - a great deal of the legends, poems and
the knowledge gathered by generations is simply lost. Ketika sebuah bahasa punah, dunia kehilangan warisan yang sangat
berharga – sejumlah besar legenda, puisi, dan pengetahuan yang terhimpun dari
generasi ke generasi akan ikut punah.”
Generasi muda
suku Jawa sudah sepantasnya melestarikan bahasa Jawa demi kelangsungan dan tetap
terjaganya bahasa Jawa di pulau Jawa khususnya bahasa Jawa Krama Inggil.
Apalagi, bahasa Jawa merupakan bahasa budi yang menyiratkan budi pekerti luhur,
atau merupakan cerminan dari tata krama dan tata krama berbahasa menunjukkan
budi pekerti pemakainya. Itulah kenapa pentingnnya mengetahui kedudukan bahasa
mengembangkan peradaban manusia. Oleh karena itu, dengan mengetahui kedaan
bahasa di era yang semakin modern ini sangat lah penting. Disamping itu,
penanaman nilai-nilai akan pentingnya menjaga
dan melestarikan bahasa, dalam
hal ini bahasa Jawa Krama Inggil
menjadi pekerjaan rumah bagi semua orang, terkhususnya para generasi muda.
Penjelasan lebih rinci akan dijelaskan di pembahasan.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan
diteliti dari penelitian ini adalah yang tercangkup dalam rumusan masalah umum
dan khusus yaitu:
1.2.1. Rumusan masalah umum
Rumusan
masalah umum dalam makalah ini yaitu “bagaimana pengaruh globalisasi terhadap eksistensi
dan kepunahan bahasa lokal di indonesia?”
1.2.2. Rumusan masalah khusus
Rumusan khusus dari makalah
ini adalah:
1. Bagaimanakah tanggapan masyarakat jawa terhadap
keberadaan Bahasa Jawa Krama Inggil Di Era Globalisasi?
2. Apakah ada hubungan antara punahnya bahasa lokal dengan Era Globalisasi?
3. Bagaimanakah
cara untuk melestarikan Bahasa Jawa Krama Inggil dari ancaman kepunahan?
2.
PEMBAHASAN
2.1 Tanggapan Masyarakat Terhadap Keberadaan
(eksistensi) Bahasa Jawa Di Era Globalisasi
Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitrer, yang
mana setiap orang bisa memberikan makna suatu kata sesuai dengan kesepakatan
suatu kelompok masyarakat. Dengan kata lain, kata yang serupa akan memiliki
makna yang berbeda dengan daerah lain. Hal ini sesuai dengan apa yang katakan oleh
Kridalaksana
(2001), dia mengatakan bahwa “bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer......”.
Bahasa dalam hubunganya dengan masyarakat memiliki fungsi sebagai alat untuk
berinteraksi sosial, karena sebagia manusia yang bersifat sosial sehingga
kebutuhan bahasa adalah sangat penting. Ketika berbicara tentang bahasa maka
tidak akan pernah dapat dipisahkan dari budaya seperti yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Herman, 2009:1), seorang sarjana
Perancis, menyebutkan bahwa budaya (pikiran) akan membentuk bahasa seseorang. Pendapat Piaget juga didukung oleh
Chaer (2003:61) menyatakan, jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat
ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya.
Bahasa
Jawa adalah bahasa yang digunakan suku Jawa dalam berkomunikasi. Dalam
penggunaan bahasa Jawa harus memperhatikan tingkatan orang yang diajak
bebicara, karena bahasa Jawa terdiri atas beberapa tingkatan, salah satunya
adalah yaitu Krama Inggil, yang sekarang meluntur seiring dengan perkembangan jaman. Dalam hal berkomunikasi, masyarakat Jawa mengenal banyak
variasi bahasa. Berikut adalah tingkatan bahasa dan penggunaannya :
- ngoko lugu biasa digunakan untuk teman sebaya, pada yang lebih muda, pemimpin pada bawahan, dan berbicara sendiri.
- ngoko alus digunakan untuk menghormati mitra tutur yang sedang dibicarakan.
- krama inggil digunakan untuk orang yang lebih muda pada orang yang lebih tua,bawahan pada atasan.
- Krama inggil sungko digunakan oleh para orang tua yang faham dan biasanya oleh raja-raja, seperti di situasi formal keraton.
Itulah
beberapa jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Jawa yang disesuaikan
dengan tingkat strata sosialnya. Oleh karena itu, para pemuda harus bisa
menguasai jenis bahasa tersebut untuk menjaga kesantunan ketika melakukan
interaksi langsung dengan teman sebaya sampai orang yang lebih tua darinya.
Ketika penguasaan bahasa Krama Inggil buruk bahkan tidak bisa sama sekali, maka
budaya rasa hormat dari yang muda ke yang tua akan lenyap. Lagi-lagi karena
ketidak pahaman mereka terhadap bahasa sehingga memberikan danpak buruk terhadap
budayanya, bahkan dampak itu bisa menghilangkan budaya yang telah dianut sejak
nenek moyang suku Jawa. Keberagaman jenis bahasa selalu merefleksikan
tata nilai dan norma yang ada didalam tatanan masyarkat Jawa. Adanya perbedaan
jenis bahasa Jawa menandakan adanya perbedaan strata sosial masyarakatnya. Akan
sangat aneh ketika bahasa Jawa atau bahasa apapun hanya memiliki satu jenis
bahasa, misalnya masyarakat Jawa hanya memiliki jenis bahasa seperti Jawa Krama.
Satu jenis bahasa ini akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tatanan
kehidupan masyarakatnya. Komunikasi antar teman sebaya akan terlihat kaku dan
lain sebagainya. Walaupun semakin banyak jenis bahasa Jawa memberikan dampak
terhadap lahirnya bahasa mayoritas dan minoritas.
Di era yang semakin berkembang ini, dunia seakan menawarkan kehidupan yang
serba canggih, penggunaan alat-alat modern sudah menembus ke pelosok-pelosok
desa. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Jawa seakan terlena akan
kehidupan mewah itu. Walaupun sangat berpengaruh positif dari sisi ekonomi,
politik dan kemudahan berinteraksi. Contoh kecilnya adalah, ada seorang
mahasiswa yang terpaksa kuliah di luar negeri karena tuntutan pendidikan,
fashback ke jaman dahulu, dimana orang-orang menggunakan telegram untuk berkomunikasi atau saling tukar informasi,
tapi sekarang, di abad ke 21 ini mereka seakan dimanjakan oleh produk akal
manusia, yang disebut sebagai teknologi. Globalisasi disamping membawa pengaruh
posotif, juga memberikan danpak negatif terhadap penggunaan bahasa Jawa. Sehingga
tidak sedikit dari pengamat bahasa mengatakan
“wong Jawa ilang Jawane” yang artinya adalah orang Jawa sekarang telah
luntur nilai kejawaannya.
Istilah “wong Jawa ilang Jawane” ini merangkak dari fakta mirisnya pengguna
Bahasa Jawa Krama, khususnya Krama Inggil. Banyaknya para pemuda yang tidak paham terhadap
penggunaan bahasa yang santun ini–Krama Inggil, membuat para lingust (ahli bahasa) dan para orang tua
khawatir akan punahnya bahasa tersebut. Padahal, menciptakan suatu bahasa itu
sangat sulit. Kekhawatiran mereka juga didukung oleh adanya lembaga PBB
mengatakan bahwa, bahasa didunia ini setiap 2 minggu sekali ada satu bahasa yang hilang. Hal ini semakin
membuat miris para generasi tua dan para pemerhati budaya Jawa.
Di era globalisasi seperti saat ini, peran orang tua dalam menjaga
eksistensi bahasa Jawa Krama Inggil sangat miris, kebanyak para orang tua
menggunakan bahasa Ngoko, Krama Madya dan bahasa Indonesia padahal dalam kontek
ini, Krama Inggil lah yang menjadi central fokus mereka. Ketidaktahuan mereka
akan kepunahan bahasa Krama Inggil dan kurangnnya peran pemerintah dalam
melakukan sosialisasi terhadap masyarakat menambah ketidaktahuan mereka. Sebenarnya,
orang tua dan pemerintahlah yang harus menjadi agen pemberdaya dan pengamat
bahasa. Bukan malah para pengamat bahasa yang mengatas namakan organisasi atau
lembaga diluar pemerintahan.
Dari puluhan ribu kosa kata bahasa Jawa Krama Inggil, hanya sedikit yang
memasyarakat di semua lapisan masyarakat, seperti
“enggeh, dalem” Itu hanya sepenggal kata yang bisa diucapkan oleh anak-anak
jaman sekarang.
Menurut hasil wawancara saya dengan salah
seorang pemuda Jawa tulen–asal Kediri, dia mengatakan bahwa, “penutur bahasa Jawa
Krama Inggil merupan presentase paling sedikit diantara jenis bahasa Jawa yang
lain dan persentase itu tidak lebih dari
40 persen penuturnya.” Hal ini adalah fakta, saya masih ingat ketika melakukan
kegiatan KKM (Kuliah Kerja Mahasiswa) tahun 2014, yang bertempat di Malang
Selatan, di Kecamatan Pagak, desa Sumber Kerto selama kurang lebih satu bulan.
Kami waktu itu dua belas anak, ketika kami melakukan silaturahmi dengan
masyarakat disekitar desa Sumber Kerto, dimana masyarakatnya menggunakan bahasa
Jawa Krama Inggil, kami mengalami kesulitan. Padahal sebelas dari dua belas
anak itu adalah keturunan asli jawa. Dan hanya 2 diantara mereka yang paham dan
bisa menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil dengan baik dan benar. Hal serupa pun
terjadi di hampir semua kelompok yang tersebar di berbagai pelosok kota dan kabupaten Malang pada
saat itu mengeluhkan hal yang sama.
Contoh di atas
merupakan potret nyata bahwa bahasa Jawa
Krama Inggil disamping minoritas juga berada di ambang kepunahan. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh kebiasaan dan model pengajaran yang ada di rumah dan
lingkungan sekitar juga. Orang tua yang tidak membiasakan anak-anaknya untuk
menggunakan bahasa Krama Inggil, lebih suka dengan menggunakan Bahasa Jawa
Ngoko atau Bahasa Indonesia. Hal ini terlihat sepele, namun dapat melumpuhan
eksistensi Krama Inggil sebagai Bahasa khas tanah Jawa yang akan berpengaruh
terhadap tingkah laku anak jaman sekarang.
2.2 Hubungan
Antara Punahnya Bahasa Krama Inggil Dengan Era Globalisasi
Bahasa
semakin berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Menurut Raharjo (dalam
perkuliahan sociolinguistics), dia menjelaskan:
“Language is
like human beings, it grows and it may die due to certain reason. Due to its
grows hamonious with the developmet of the world, no language which does not change, therefore
the growth of a language is in line with the growth of social development,
scientific and technological development (2015). Noam Chomsky juga sepakat bahwa kajian bahasa
memiliki erat kaitan dengan budaya (1957).
Dari penjelasan
di atas, saya dapat menarik kesimpulan bahwa ketika berbicara tentang bahasa,
maka akan sangat sulit dipisahkan dengan era atau jaman di mana masyarakat
penutur bahasa itu berada. Keberadaan bahasa menjadi sangat penting di era
globalisasi. Bahasa berperan penting dalam pembangunan dan perkembangan
teknologi. Dengan bahasa manusia berkarya. Dengan kata lain, peradaban manusia
akan selalu berkaitan erat dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya.
Sehingga ada istilah yang mengatakan bahwa hilangnya atau punahnya suatu bahasa
maka peradaban manusia akan ikut punah. Hal ini sejalan dengan, UNESCO
mengatakan bahwa “ketika sebuah bahasa punah, dunia kehilangan warisan yang
sangat berharga–sejumlah besar legenda, puisi, dan pengetahuan yang terhimpun
dari generasi ke generasi akan ikut punah.”
2.3 Cara-Cara Untuk Melestarikan Bahasa Jawa Krama
Inggil dari ancaman kepunahan
Ada beberapa cara yang harus dilakukan
untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah dari kepunahan seperti, melakukan
dokumentasi bahasa, membiasakan pemggunaan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Laksono, Dari berbagai
pengalaman–selain melindungi penutur asli serta penyelenggaraan kongres dan
seminar tentang kebahasaan, yang akhirnya diusulkan beberapa upaya revitalisasi
serta pelestarian dan pengembangan bahasa daerah yakni dengan:
1. melakukan pendokumentasian;
2. melakukan
penggunaan bahasa/pembiasaan dalam berbicara (sekaligus menyimak) pembiasaan dalam menulis (sekaligus
membaca) dan pembelajaran yang komunikatif
3. melakukan kreativitas dalam penggunaan
bahasa
5. menyumbangkan kosakata bahasa daerah ke
dalam bahasa Indonesia
6.
melakukan penyusunan modul bahasa daerah supaya bahasa daerah
dapat dipelajari oleh semua orang
Perlu
diingat bahwa cara yang paling baik untuk mematikan sebuah bahasa adalah dengan
mengajarkan bahasa lain dan membiasakannya. Oleh sebab itu, pemerintah daerah
(pemprov/pemda) dan perguruan tinggi perlu mengurus dan mengatur pengembangan
bahasa daerah, baik yang terdapat dalam masyarakat umum maupun yang berlaku di
sekolah-sekolah. Pemberlakuan kurikulum juga harus diterapkan disekolah-sekolah
formal, sebagai wadah pengajaran bahasa jawa krama inggil. Meskipun sejak tahun
2006 kurikulum pembelajaran bahasa jawa sudah diterapkan di hampir seluruh
instansi formal, tapi belum terfokus pada bahasa Jawa Krama Inggil. Sehingga
penerapan kurikulum ini masih belum efisien, sehingga yang harus diperhatikan
adalah penerapan kurikulum yang sampai sekarang dikenal dengan istilah “Muatan
Lokal”, dimana didalamnya akan diajarkan tentang kearifan lokal suatu daerah.
Dalam hal ini pemerintah daerah Jawa menfokuskan pada pembelajaran bahasa Jawa
dan itu hanya berlaku ditingkat SD dan SMP sedangka di tingkat SMU/MA/SMK
kurikulum ini tidak diberlakukan. Oleh karena itu, pentingnya mengetahui bahasa
minoritas dalam hal ini Bahasa Jawa Krama Inggil akan membantu masyarakatnya
untuk mengetahui bagaimana cara-cara yang tepat untuk menjaga kelestarian
Bahasa Jawa Krama Inggil dari ancama kepunahan di era globalisasi. Dengan kata
lain, bahasa daerah
merupakan aset dunia yang wajib dipertahankan dan juga memiliki banyak kearifan
lokal yang layak dipahami anggota komunitasnya.
3. Kesimpulan
Kepunahan Bahasa Jawa Krama Inggil di era globalisasi seakan
menjadi pekerjaan rumah (PR) baru bagi para generasi tua. Hadirnya globalisasi
membawa dampak positif sekaligus memberi dampak negatif yang sangat besar
terhadap kearifan lokal Bahasa Jawa Krama Inggil. Bagaimana tidak, para anak muda
jaman sekarang, banyak yang tidak menguasai Bahasa Jawa Krama Inggil. Hal itu
disebabkan karena era globalisasi seperti sekarang ini, seperti pemakaian
bahasa gaul, bahasa asing, Jelas kondisi ini akan memperparah eksistensi Krama
Inggil dan bahkan terancam punah dan menimbulkan tingkah laku seenak sendiri
bagi kaum muda. Sehingga banyak para ahli mengatakan bahwa, “ wong jowo ilang
jowone,” yang bersuber dari fakta akan ketidak pedulian masyarakatnya terhadap
keberadaan Bahasa Krama Inggil.
Untuk
melestarikan Bahasa Krama Inggil maka peran seluruh lapisan masyarakat Jawa–
seperti para orang tua, pemerintah dan juga generasi muda, menjadi titik pusat untuk
mempertahankan Bahasa Krama Inggil. Jika bahasa krama inggil punah maka satu
peradaban akan ikut punah. Maka untuk Menjaga dan melestarikan bahasa Jawa
Krama Inggil dari kepunahan tidaklah mudah. Maka dari itu, dengan mengetahui
cara yang tepat untuk melestarikan bahasa tersebut dari ancaman kepunahan
seperti mengajarkan dan membiasakan menggunakannya dalam kehidupan sehari
merupakan cara terbaik untuk menjaga eksistensi bahasa Jawa Krama Inggil dari
kematian.
4. DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, A. & Agustina, L. 2010. Sociolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta
Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. The Hague:
Mouton Crista, Janny.
Crista,
Janny. 2012. Bahasa dan Kebudayaan
Sosiolinguistik. (Online), (http://wwwkedaiilmujani.blogspot.com/2012/05/bahasa-dan-kebudayaasosiolinguistik.html),
diakses pada tanggal 03 Mei 2015.
Darmojuwono,
Setiawan. 2011. Jurnal Masyarakat Linguistik: Peran Unsur Etnopragmatis dalam Komunikasi Masyarakat Multikultural. ISSN:
0215-4846. (Elektronik Pdf), diakses pada tanggal 20 Mei 2015.
Herman, Rn. 2009. Antara Bahasa dan Budaya. (Online), (http://lidahtinta.worpress.com/2009/05/30/antara-bahasa-dan-budaya),
diakses pada tanggal 05 mei 2015.
Ibrahim, Gamil.
2010. Bahasa Daerah Lampung Terancam
Punah. (Online), (http://gamil-opinion.blogspot.com/2010/02/20),
diakses pada tanggal 05 Mei 2015.
Kridalaksana, Harimurti.1982. Introduction to Word Formation and Word Classes. Jakarta:
Universitas Indonesia
Laksono, Kisyani. Tanpa tahun. Pelestarian Dan Pengembangan Bahasa-Bahasa Daerah Di Indonesia. (Online),
(http://laksono.blogspot.com/), diakses
pada tanggal 20 maret 2015.
Pandharipande, R. V.2002. International Journal On
Multicultural Societies: Minority Matters
Issues in Minority Languages in India. Dalam Chaklader, S. (Eds). 1981. Linguistic Minority As a Cohesive Force In
Indian Federal Process. 4 (2). (Elektronik Pdf), diakses pada tanggal 03 November
2014.
Unecso. 2012. Bahasa Daerah Indonesia
Terancam Punah: Penyebab Kepunahan Bahasa. (Online), (http://vinianisya.blogspot.com/2012/03/bahasa-daerah-di-indonesia-terancam.html),
diakses pada tanggal 05 Mei 2015.
Terima kasih ..
ReplyDelete