Dialog CINTA

06:16 Fatihurrahman 0 Comments

Dialog CINTA
Oleh: Hitaf Tanu

Aku: Apa kabar cinta? Kau pembuat  kegalauan terbaik sepanjang masa. Sepanjang sejarah manusia. Masih kah kau bersemayam di kedalaman hatiku? Diriku bergumam dalam heningnya malam.
Cinta: Aku masih tetap di sini, bersemayam dalam ketenangan telaga hati mu.
Aku : Sampai kapan kau akan tetap berada di sana? Tetapi, kali ini dia terdiam.
          Kenapa kau terdiam? Ucapku lagi.
Cinta: Aku sedang menghitung masa di mana aku akan pergi dan berpindah ke lain hati”
            (Kali ini aku yang terdiam)
Cinta: Kenapa kau membisu?
Aku: Aku sedang merenungkan ucapan mu. Dan apakah aku akan siap bila suatu saat nanti   aku akan kehilangan mu.
Cinta: Bagaimana bisa aku terus berdiam diri dalam hati mu sedang kau tidak pernah punya berani untuk sekedar berkata jujur pada sang pencuri aku? Lebih baik aku pergi saja.
Aku: Tidak cinta, tidak. Tak  akan ku biarkan kau lari dari hati ku. karena dia itu adalah    penuntun surgaku, ibu yang akan melahirkan anak-anak emas penghias bumi ini
Cinta: Sudahlah, harapan mu tak akan pernah tercapai, karena yang namanya cinta butuh pengorbanan dan butuh ungkapan untuk mendapatnya. Sedang kau tak miliki semua itu. cobalah sedikit tengok kiri kanan mu, mereka yang bergandengan tangan, perpasang-pasangan ke sana ke mari. sedang kamu hanya bisa berharap dalam doa mu kalo dia akan jadi permaisuri di pelabuhan terakhir istana cinta mu. Bukankah doa tanpa usaha itu adalah hal yang sia-sia?
Aku: Biarlah aku berdoa dalam heningnya malam. Berikan aku sedikit waktu lagi dan pahamilah betapa aku takut kehilangan mu.
Cinta: lalu kenapa kau masih membisu? Aku tak akan bermakna jika tak terucapkan oleh si pencinta, yaitu KAU. Kau akan membunuh ku jika masih tetap membisu.
Aku: Tuturmu mengalihkan dunia ku. Menggelapkan pandangan ku. Meremukkan hati ku. Mengganggu ketenangan jiwa ku. Itu adalah diksi terpahit yang pernah terlontar dari mu. Tetapi seberapapun kuatnya cinta ku padanya. Seberapapun besarnya takutku kehilanganmu. Aku lebih takut jika Tuhan ku berpaling ke lain hati, gelap yang kau berikan tak akan bisa mengalahkan gelapnya tanpa hadirnya Tuhan.
Cinta: Naif ! Munafik ! Tuhan ciptakan ku untuk kau miliki. Aku adalah nikmat terindah.

Aku: Kau akan indah dengan “IZAB KABUL”.. jika engkau pergi, maka akan ada cinta yang lebih Allah ridhoi.

0 comments:

AKU adalah SAYA

18:53 Fatihurrahman 0 Comments

AKU adalah SAYA
Oleh: Hitaf  Tanu, 25 Okt. 15

Sebenarnya aku udah ada niat utk merubah pribadi perlahan demi perlahan, sejengkal demi sejengkal, tetapi selalu  ada tiga alasan ini yang selalu menyelubungi ku
(1) belum siap;
(2) nanti nanti saja;
(3) sudah ada niatan tapi masih belum siap
Alasan itu bak syair yang membuming, yang selalu aku sebut dengan lirih ke sana­–ke mari, di sana–di sini dan kapanpu ketika aku ditanyai kapan berhijrah. Bahkan disetiap pergantian tahun kelahiran ku, kata-kata yang disusun sedemikian rapi, yang berupa harap dan ingin sebelum angin ku hembuskan tuk padamkan kobaran api kue ulang tahunku seperti "semoga diumur ku yang sekian dan sekian ini, bisa menjadi pribadi lebih baik dari tahun tahun sebelumnya”
Yah ! Beribu semoga menjadi harapan semu. Hal itu, selalu terucap dalam pergantian tahun lahir ku, sudah berjuta semoga yang terucap, namun hasilnya nihil. Hanya secuil yang terjamah.  Hanya kata semoga yang bisa mewakili harap ku, kata semoga yang hanya bisa disemogakan tanpa ada usaha ku untuk menggapai harap ku. Hanya ada satu alasan ku yaitu nanti, nanti dan nanti. Yang entah kata nanti itu akan bertepi pada pergi nya waktu dengan sia-sia, menua nya usia dimakan senja, tidak sempurnanya amal karena fisik sudah merenta. Dan selalu ada alasan untukku menuda meraih perubahan itu.

Ingin ku serta ucapku adalah INI, akan tetapi tindak ku adalah ITU. Seakan dua jalur yang tak akan pernah bisa dipersatukan. Dan sampailah pada batas maksimal di mana kebimbangan melanda, sampai ku temukan dua makhluk yang saling berbisik dan melawan satu sama lain. Siapakah mereka? Mereka adalah aku dan saya, yang selalu menyemukan ingin.
Aku sampai pada titik ini:  “Aku tidak tahu lagi kenapa saya dan aku dipersatukn dalam satu. Diciptakan dalam satu kesatuan. Aku dan saya selalu membisikan dua jalan yang tidak bersekawan. Yang terkadang, saya melakukan sesuatu yang tidak aku kehendaki. Aku dan saya bagai dua unsur yang melebur dalam senyawa. Mungkin aku tidak akan pernah ada tanpa adanya saya. Mungkin juga sya tidak akan pernah ada tanpa aku. Saya juga tidak akan pernah tahu saya yang sesungguhnya tanpa hadirnya aku. Aku tahu salah karena ada saya. Dan aku jga tahu benar karena hadirnya aku. Aku berada dalam keberadaan aku. Aku dan sya, dua makhluk yang dengan sengaja diciptakan bukan tanpa maksud, mungkin aku hanya bisa mensemogakan tetapi pendorong untuk melakukan keinginan itu adalah saya. Karena aku tanpa saya bagai raga tak bernyawa, bagai hidup tapi tak mampu untuk bertindak. Inilah aku dan saya yang tercipta sebagai akal dan nafsu, sebagai hati dan pikiran. Yang selalu melahirkan kata nanti, nanti dan nanti sampai waktu berada diujung penantian panjangnya.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, hanya ada satu solusi untuk mencapai sebuah harap, dengan mensejalankan akal­–nafsu, hati–fikiran, dua unsur ini sangat penting untuk dipersatukan sehingga bisa menjadi insa yang lebih baik. Solusi terbaik adalah Allah.




0 comments:

Tetesan bening Pun Enggan Merintik Lagi

04:57 Fatihurrahman 0 Comments



Tetesan bening Pun Enggan Merintik Lagi
Oleh: Hitaf Tanu, 4 nov 15





Suara rintik mu begitu dirindui. Selalu memberikan rindu yang merekatkan sebuah persuaan. 

kala  dirimu berpaling bermusim-musim, rintik mu tak lagi hadir menemani bait-bait lara dalam kolbu
kau menjadi tetesan-tetesan bening penyejuk hati dan raga, kala dahaga mendera
kini kau telah lama pergi seperti tak tahu arah pulang.

Kami risau, galau dan bimbang. Hari-hari kami terlalu panas, tanpa hadirmu. Satu hal yang bisa kami lakukan, memanggilmu dengan sujud Istisqo.

Sujud istisqo kami, adalah syair tanda cinta kami pada Sang Ilahi Robbi.
Ajaran sang Panji Islam. 

Kala kau pergi seperti makhluk yang sedang marah, tak pernah menoleh. Tapi kau kerap hadir lewat bayang-bayang awan hitam. Tapi kau tak kunjung merintikkan tetesan bening itu. 

Kami butuh dikau, seperti kumbang butuh sari pati kembang di padang ilalang.
Kenapa engkau kini enggan meneteskan beningnya butiran itu?

Setelah bertahun-tahun tetesan mu tak terbendung di belahan bumi khatulistiwa.
Kini, tetesan bening itu pun enggan merintik lagi.


0 comments: