dalil tentang Jazakallah Khairan

     
 بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:
Tulisan ini menyebutkan tentang bagaimana sikap seorang muslim memberikan ucapan sebagai tanda penghargaan atas kebaikan orang lain.
Berterima kasih atas pemberian orang lain adalah tanda bersyukur kepada Allah Ta’ala
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak bersyukur kepada Allah seorang yang tidak bersyukur kepada manusia.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, 1/702.
Pernjelasan yang sangat menarik!
Berkata Al Khaththaby rahimahullah:
هذا يتأول على وجهين:
أحدهما: أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر: أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
“Hadits ini ditafsirkan dengan dua makna:
Pertama: “Bahwa barangsiapa yang tabiat dan kebiasaannya adalah kufur terhadap nikmat (kebaikan) orang dan tidak bersyukur atas kebaikan mereka, maka niscaya termasuk kebiasaannya adalah kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala dan tidak bersyukur kepada-Nya.
Kedua: “Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak menerima syukurnya seorang hamba atas kebaikan-Nya kepadanya, jika seorang hamba tidak bersyukur kepada kebaikan orang lain dan kufur terhadap kebaikan mereka.”  Lihat kitab Sunan Abu Daud dengan Syarah Al Khaththaby, 5/ 157-158.
Beberapa cara membalas kebaikan dan pemberian orang lain
1. Membalas pemberian tersebut
2. Memuji orang tersebut
3. Mengucapkan Jazakallah khairan kepada orang tersebut
4. Mendoakan orang tersebut
Perhatikan hadits-hadits berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ ».
Artinya: “Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan sebuah hadiah, lalu ia mendapati kecukupan maka hendaknya ia membalasnya, jika ia tidak mendapati maka pujilah ia, barangsiapa yang memujinya, maka sungguh ia telah bersyukur kepadanya, barangsiapa menyembunyikannya sungguh ia telah kufur.” HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 617.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ أَتَى إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَلْيُكَافِئْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَلْيَذْكُرْهُ فَمَنْ ذَكَرَهُ فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ تَشَبَّعَ بِمَا لَمْ يَنَلْ فَهُوَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ ».
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan kepadanya sebuah kebaikan, hendaklah ia membalasnya dan barangsiapa yang tidak sanggup maka sebutlah (kebaikan)nya, dan barangsiapa yang menyebut (kebaikan)nya, maka sungguh ia telah bersyukur kepadanya dan barangsiapa yang puas dengan sesuatu yang tidak ia miliki, maka ia seperti seorang yang memakai pakaian palsu.” HR. Ahmad dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Taghib Wa At Tarhib, no 974.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَتِ الْمُهَاجِرُونَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبْتِ الْأَنْصَارُ بِالْأَجْرِ كُلِّهِ، مَا رَأَيْنَا قَوْمًا أَحْسَنَ بَذْلًا لَكَثِيرٍ، وَلَا أَحْسَنَ مُوَاسَاةٍ فِي قَلِيلٍ مِنْهُمْ، وَلَقَدْ كَفَوْنَا الْمُؤْنَةَ؟ قَالَ: «أَلَيْسَ تُثْنُونَ عَلَيْهِمْ بِهِ، وَتَدْعُونَ اللهَ لَهُمْ؟» قَالُوا: بَلَى قَالَ: «فَذَاكَ بِذَاكَ»
Artinya: Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Berkata Kaum Muhajirin: “Wahai Rasulullah, kaum Anshr pergi dengan (membawa) pahala seluruhnya, kami tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik pemberiannya dengan sangat banyak, tidak pernah lebih baik tengga rasanya dala perihal yang sedikit dibandingkan mereka, mareka telah mencukupkan kebutuhan kami?”, beliau bersabda: “Bukankah kalian telah memuji mereka atas itu dan berdoa kepada Allah untuk mereka?”, mereka menjawab: “Iya”, beliau berkata: “Maka itu dengan dengan itu.” HR. An Nasai di dalam Sunan Al Kubra dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Taghib Wa At Tarhib, no 977.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ ».
Artinya: “Usamah bin Zaid berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang dibuatkan kepadanya kebaikan, lalu ia mengatakan kepada pelakunya: “Jazakallah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.” HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al jami’, no. 6368.
Berkata Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abady;
فَدَلَّ هَذَا الْحَدِيث عَلَى أَنَّ مَنْ قَالَ لِأَحَدٍ جَزَاك اللَّه خَيْرًا مَرَّة وَاحِدَة فَقَدْ أَدَّى الْعِوَض وَإِنْ كَانَ حَقّه كَثِيرًا. انتهى.
“Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan kepada seseorang “Jazakallah khairan” sekali, sungguh ia telah menunaikan gentian, meskipun haknya banyak.” Lihat kitab ‘Aun al Ma’bud.
Berkata Al Munawi rahimahullah:
(إذا قال الرجل) يعني الإنسان (لأخيه) أي في الإسلام الذي فعل معه معروفا (جزاك الله خيرا) أي قضى لك خيرا وأثابك عليه : يعني أطلب من الله أن يفعل ذلك بك (فقد أبلغ في الثناء) أي بالغ فيه وبذل جهده في مكأفاته عليه بذكره بالجميل وطلبه له من الله تعالى الأجر الجزيل ، فإن ضم لذلك معروفا من جنس المفعول معه كان أكمل هذا ما يقتضيه هذا الخبر ، لكن يأتي في آخر ما يصرح بأن الاكتفاء بالدعاء إنما هو عند العجز عن مكافأته بمثل ما فعل معه من المعروف.
ثم إن الدعاء المذكور إنما هو للمسلم كما تقرر ، أما لو فعل ذمي بمسلم معروفا فيدعو له بتكثير المال والولد والصحة والعافية
“(Jika seorang mengatakan) yaitu seorang manusia (kepada saudaranya) yaitu persaudaraan Islam yang telah berbuat kepada kebaikan (jazakallah khairan) yaitu semoga Allah menentukan kebaikan untukmu dan memberikan pahala atasnya, yaitu aku memohon dari Allah untuk melakukan itu denganmu (maka sungguh ia telah melebihkan di dalam pujian) yaitu ia telah berbuat lebih di dalam pujian itu dan telah mengerahkan usahanya di dalam pembalasannya terhadapnya dengan menyebutkannya dengan kebaikan dan permintaanya untuknya dari Allah Ta’ala pahala yang besar, dan jika digabungkan hal itu dengan jenis apa yang telah ia lakukan kepadanya, niscaya ini akan lebih sempurna apa yang disebutkan oelh riwayat ini, tetapu disebutkan di akhir hadits, yang menjelaskan bahwa mencukupkan dengan doa, maka sesungguhnya ini adalah ketika tidak sanggup untuk membalas seperti apa yang telah ia lakukan kebaikan kepadanya. Kemudian sesungguhnya doa yang disebutkan di dalam hadis hanya untuk seorang muslim sebagaimana yang telah ditetapkan, adapun kalau ada seorang kafir berbuat kebaikan kepada seorang muslim maka ia mendoakannya agar mendapatkan harta, anak, kesehatan dan ‘afiyah.” Lihat kitab Faidh Al Qadir, 1/526.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللَّهِ فَأَعِيذُوهُ وَمَنْ سَأَلَ بِاللَّهِ فَأَعْطُوهُ وَمَنْ دَعَاكُمْ فَأَجِيبُوهُ وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ ».
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah maka lindunglah ia, barangsiapa yang meminta dengan menyebut nama Allah maka berilah ia, barangsiapa yang mengundang kalian maka hadirilah (undangannya), dan barangsiapa yang berbuat kepada kalian kebaikan maka balaslah, jika ia tidak mendapati sesuatu untuk membalasnya, maka doakanlah ia, sampai kalian melihat bahwa kalian sudah membalasnya.’ HR. Abu Daud. Wallahu a’lam. Semoga terjawab pertanyaan pada judul dan semoga bermanfaat.
@Dikopas dari http://www.dakwahsunnah.com/artikel/tanyajawab/241-terima-kasih-atau-syukran-atau-jazakallah-khairan yang  Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Ahad, 4 Muharram 1434H, Dammam Arab Saudi

kisah Ibu Yang Terabaikan


Hari itu, tepat di sore hari yang diselimuti oleh awan hitam yang begitu pekat, menyembunyikan pancaran megah sang Mentari sore, dengan tidak sengaja saya dipertemukan dengan  seorang Ibu yang luar biasa baiknya, lewat perantara seorang pria yang bekerja di bagian KASUBAG sebuah kampus megah yang berada di daerah jawa timur, tepatnya di Kota Malang. Saat itu saya dan teman-teman saya sedang mencari Rumah kontrakan. Singkat cerita kami pun bertemu dan ngobrol dengan ibu itu, yang memiliki rumah kontrakan tersebut. Ibu itu memiliki 2 orang anak, dan keduanya sudah menikah, anaknya yang laki-laki itu menikah dengan seorang perempuan yang umurnya terlampau jauh dengannya. Perempuan itu datang dan bilang bahwa dia tidak punya rumah. Itulah yang membuat ibu itu merasa iba. Miris sekali, ternyata wanita yang dinikahi anaknya itu adalah seorang wanita biadab. Pada saat saat ibu menceritakan tentang anaknya itu, terlihat pancaran sedih di garis wajah ibu, setelah diteliti, ternyata anaknya itu tidak pernah datang dan menjenguk saya,kata  ibu itu, sebut saaja nama ibu itu adalah Sri (bukan nama sebenarnya).  Setelah kejadian sakral itu terucap lewat ijab dan kabul.
Duka ibu Sri pun tak berujung disitu. Dia pun mulai berkisah lebih jauh lagi, pada saat kami berkunjung ke rumah dia, ternyata ada seorang laki-laki tua, dengan dibungkus kopiah hitam dikepalanya, 2 cincin yang menurut saya itu aneh, dan dia juga menggunakan sarung layaknya seorang muslim sejati, tapi pada kenyataanya dia adalah orang bisa menyihir orang lain. Kedatangan dia kerumah ibu Sri adalah  bukan karena tanpa alasan. Yaaaa!!! Ibu Sri adalah alasannya, ternyata Bapak Itu, sebut saja namanya Darore, dia dimintai bantuan oleh ibu supaya mengembalikan anaknya kepelukannya ibu Sri. Lalu ibu sri pun kembali berkisah, diawali dengan sebuah pertanyaan,”pak Darore, apakah anak saya diguna-guna sampai-sampai dia tidak ingat sama saya dan tidak pernah menyambangi(bhs. Jawa: mengunjungi) saya? Lalu bapak itu menawab dengan menggunakan bahasa jawa, yang saya tidak fahami dengan jelas, beda seperti biasanya teman-teman saya ucapkan. Tapi sedikit yang saya pribadi fahami adalah, ibu sri disuruh membuatkan kopi hitam untuk anak laki-lakinya itu. Biar diminum dengan bacaaan mantra dari saya anak ibu pasti akan ingat sama sampean, kata bapak Darore. Dalam hati saya menangis, Yaaa Allah satu lagi Hambamu yang berhasil dijerumuskan oleh Sang penakluk, yaitu Syaitan. Ingin saya berkata, ibu !! meminta bantuan kepada selain Allah itu adalah syirik seperti yang terdapat dalam firman Allah, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Ayat 48 Surat An-Nisa’) Tapi saya tidak berdaya. Inilah bukti kurangnya ilmu yang dimiliki.
Ditengah-tengah ibu sri berkisah, salah satu diantara kami bertanya pada ibu Sri,”Bu, suami ibu kemana? Kesedihan ibu Sri terlihat jelas, ketika mendengar pertanyaan itu. Lalu bagian ini membuka lembaran demi lembaran kisahnya, serta suka duka seorang istri sekaligus seorang ibu. Lalu ibu Sri menjawab dengan nada datar, “ suami saya sudah meninggal 7 bulan lalu, Nak.” Teman saya pun tampak ingin tahu lebih jauh lagi tentang ibu Sri, suami ibu meninggal kenapa bu? Ibu Sri kembali menjawab, masih dengan nada datar dan sedih,” suami saya meninggal karena sakit nak. Kami pun tidak mau bertanya lagi tentang suami ibu Sri karena kami tahu dibalik pertanyaan kami itu, tentunya akan membuat Ibu Sri teringat akan masa-masa indah bersama suaminya, memanjakan anak-anak mereka,. Dan kenangan-kenangan indah lainya. Dan kami tidak mau ibu Sri larut terlalu dalam dengan hal itu.
Mereka, anak-anak ibu Sri, membuat ibu Sri meminta bantuan kepada selain Allah, saya mungkin menyebutnya Dukun. Tapi dukun kok berpenampilan layaknya sang Kiai. Penampilan seperti itulah yang mungkin saja menjadi kedok seseorang dalam mencari nafkah. Seperti halnya kisah yang terjadi di jaman para nabi (read: kisah dukun di jaman Para Nabi). Imam al-Khatthabi mengklasifikasikan praktik perdu­kunan yang ada pada zaman Rasulullah menjadi empat bagian. Pertama, dukun yang berkolaborasi dengan jin. Dalam praktiknya, dukun tersebut selalu mendapatkan pasokan berita dari jin yang telah mencuri kabar dari langit, ada kerjasama dan keterikatan antara keduanya. Kedua, dukun yang terkadang saja dibantu oleh jin. Jin datang untuk mendikte dan menyetirnya. Ketiga, dukun yang bersandar kepada tebakan, perkiraan dan sangkaan. Keempat, dukun yang praktiknya ber sandar pada pengalaman dan kebiasaan semata. la mengaitkan masalah yang ada dengan masalah serupa yang telah terjadi atau telah dialaminya. (Fathul Bari: 10/218). Kamipun tidak bisa menerka-nerka apakah bapak Darore itu benar-benar meminta bantuan kepada Allah atau pada Jin, atau hanya sekedar kedok belaka? Dengan penampilannya yang demikian. Wallahu ‘alam.
Salah satu diantara kami pun bertanya, trus anak ibu yang satunya lagi? Belum selesai pertanyaannya, ibu itu langsung memotong, “iya, anak saya yang ke dua itu cewek, dia juga tidak pernah menjenguk saya,” kata ibu Sri. Kami pun kembali bertanya, trus anak ibu tinggal dimana? Di dekat sini nak (kurang lebih 4 kilometer dari rumah ibu), tanpa diminta ibu itu langsung berkisah, kali ini dengan nada tak menentu kadang naik kadang turun, emosi Ibu Sri pun tidak lagi seimbang ketika dia berkisah. Anak nya sejak dulu tinggal dengan tantenya, suami tantenya itu adalah orang kaya, dia adalah seorang pengajar di sebuah Universitas Negeri di  kota Malang, dimana semua pelajar ingin menimba ilmu. Mereka tinggal diperumahan mewah, yang mana sangat berbanding terbalik dengan Sang Ibu, tinggal dirumah hanya beralaskan lantai yang hanya diplaster kasar, dengan rumah yang sederhana, tanpa fentilasi, disitulah Ibu Malang Itu tinggal. Lanjut cerita, Anehnya lagi si tantenya ini tidak pernah mengajak anak ibu itu walau hanya sekedar menjenguk sang Ibu. Entah sudah berapa tahun lamanya, sampai ibu Sri Lupa. Mungkin juga Ibu Sri sudah lupa dengan rupa anaknya, yang dulu dia manjakan. Mungkin karena itulah dia meminta bantuan kepada sang dukun berkulit kiai itu. Saya jadi terharu mendengar sang Ibu berkisah. Kisah mu sungguh mengikis hati kami. Lalu engkau sejenak terdiam, kembali memorimu terpanggil, ketika otaknya berdialog terkait apa yang dilakukan oleh anaknya, “anak ku juga tidak datang, ketika bapaknya meninggal.” Ujarnya. Mata Sang ibu mulai berkaca-kaca. Mengingat itu adalah hal menyakitkan baginya, tapi apalah daya, ia hanya manusia biasa, hanya sabar yang bisa dia lakukan tapi pada saat ini kesabaran Ibu Sri oleh Allah sedang diuji, imannya sedang goyah. Dia lari dan terus berlari, sampai akhirnya dia hilang arah dan meminta bantuan sang Dukun berkedok kiai, pak Darore. Dari kisah nyata diatas, semoga kita dapat mengambil hikmah/pejarannya. Amin.


Malang, 03 Januari 2015

                                                                                                Oleh: Fatihurrahman.






The environment influence the children’s language






The environment is an important point that should be noticed by parents, because it has wide influence in term of children’s language usage. Mostly children who grow in a bad environment will have bad impact on their languages. But in some cases, most parents do not really care what will happen next with their children’s language development.Therefore, this essay will consider arguments of the environment brings the influences to the children’slanguage.
First of all, the environment immediately relates to the people who live inside it whether it’s good or bad. As Karl Marx’s Theory says that” Basically human has two characteristics; bad and good, nevertheless it depends on the environment where they live in.”The development of children’s languages are fazed by the first environment, such as in nuclear family, like father mother, and siblings.
In fact, a child lives with his/her parents where his/hersurrounding frequently uses abusive languages, such as Janco’, Asu, Anjrit in Javanese language and Bote, Lako, Seta, in Bima language.The children will immediately follow those languages because they do not know whether it is god or bad for the development of their language and do not know how to filter it because they are still under age, 2 up to 5 years old. During that age, they are not capable of filtering the words or the languages that they hear.
Furthermore, most children who born in a certain countryside where people live inside it almost even have graduated from elementary school, usually they are more abusive in using language rather than people live in a city. In other hand, people who are educated know how to educate their children to obtain a better language in communicating each other. Because they will be embarrassed if their children use abusive language.
To sum up, the environment is the crucial thing in influencing of children’s languages. Obtaining better surrounding for the children is the way to avoid the usage of abusive languages. Hopefully, for further researchers, they will be able to find out another things which influence the development of the children’s languages.


                                                                                               By: Fatihurrahman

Globalization and Language Endangerment: “The Existence of Jawa Krama Ingil as a Minority Language in Era Globalization”






Nowadays, local language in Indonesia become one of the main issues facing by Indonesian, especially, for linguists. Most of local languages star becoming extinct especially, Java Krama Ingil, is now in danger. Why the Krama Ingil is in danger? And what should the government be done to save it? These two questions are the basic questions should be considered by the government. This time, the age of globalization refers to the current times of growing interdependence and interconnectedness of the modern world. The existence of Krama Ingil should be saved from the endangerment, and its extinction.
            Indonesia has many local languages, every district has its own language and dialect even it united in one island. But the problem is those languages are not secure anymore in this 21th century, the globalization is now going through indeed toward the countryside. The effect of globalization at first positive toward the aspect of social­ –such as home language, culture, etc. yet in long period time, it shows its bad effect toward social aspect especially local language, for instance, Jawa krama– especially krama Ingil  Sungko which only be spoken by nobility people. Even there are some old people are able to speak the language, it is not more than 10 % of all Javanese. Can we imagine that! On the one hand, the krama Ingil –Sungko, I can predict that 10 years later, it will be extinct because the fact that it is now in danger. The future of the local languages depends not so much on the strength of the national languages as on the relationship of the local language to education, government, and commerce (Garland, 2006: 34). Obviously stated that the engagement of government toward to maintain and to save the local language from extinction is important because its role to set the system of language learning in formal institution such like in school.

            Furthermore, the involvement of the government toward saving the Krama Ingil Sungko, they try to input the lesson of local language into learning curriculum. This is one of the ways to save local language which is in danger, or it is known as “Muatan Lokal”, this system has been applied since 2006 and in every School of Java Island but this not the efficient one because it is still general, it must be focus much more to the language learning which in danger –such as Krama Ingil Sungko.
            For some instances, I orally do interviewing my friend, his name is Vino –Javanese people, he said that, this modern era, most of the teenagers are not capable of speaking Jawa Krama Ingil Sungko –which only be spoken by the nobility person, which presentence no more than 10 % of its speakers rather that Jawa Krama Madya which has the speakers still approximately 50%. What the government must concern with is the learning of krama ingil Sungko must be more focused on. Bahasa mati karena penduduknya mati semua karena wabah penyakit parah, seperti yang dialami penduduk asli Tasmania (Crowley dalam Purwo, 2000). This will probably the same case with the nobility persons which use Krama Ingil Sungko. I am worried about it when they die the language will also die either. To avoid the extinction of Jawa Krama Ingil Sungko, the rule of the government is the main key to maintain it from language death. For example, the curriculum must include the language learning toward some languages which are in danger –related to the countryside where a language almost in danger of extinction. As we have already known that in Indonesia the language which is in danger not merely in Java Island but also in other islands have the same case.
            In this modern era some people argue that, Indonesian language is in danger because of globalization, in the case, we know that a language which is in danger when its speakers are less than 50 per cent. A very broad definition of minority language provided by the United Nations captures the salient features of minority languages: “The term minority includes only those non dominant groups in a population which possess and wish to preserve stable, ethnic, religious or linguistic traditions or characteristics markedly different from those of the rest of the population. (UN Yearbook for Human Rights 1950, 490; quoted in Chaklader 1981, 16).” Srivastava (1984) provided a new approach towards defining minority-majority languages based on two principles, “quantum” and “power”, as shown in the diagram. 

Power
                            +                         
Quantum +    (a) majority        (b) Janta  
     (c) elite                (d) minority

According to this view, a language can be of four types: (a) powerful as well as majority (e.g. Marathi in Maharashtra State); (b) powerless but majority (e.g. Kashmiri in Jammu and Kashmir); (c) minority but powerful (English in all states); (d) minority and powerless (tribal languages in all states). In this case, krama ingil is related to point d, minority and powerless. It is because of its people do not really care about the existence of the language. In contrast, some minority linguistic communities seem to have strong language loyalties which they use for retention of their ethnic identity as well as to secure sociopolitical rights (Mahapatra, 1979). If the krama ingil belongs to the second point of those four types. It will be good, unfortunately, it does not.
            Most people out there claimed that globalization brings much more negative effect toward the existence of local languages, in case, spoken language of Jawa Krama Ingil. According to Xiulan, says that “the technological, social, cultural, and, economic trends of globalization seem to contribute towards the endangerment of languages (2007).” It is absolutely right that those aspect of modern devices can destroy local languages as long as the people cannot wisely use it in its usage. In contrast, if people know more about how to take advantage of globalization itself they will probably use it for increasing and retaining the Jawa Krama Ingil Sungko by using those kind of things. For instance, the current technologies, such as androids, notebooks, laptops, etc. can be used to maximize language learning process in case of maintaining the local language which is in danger –Jawa Krama Ingil Sungko. The increasing mobility of people, goods, and information has driven a powerful trend toward cultural uniformity and the extinction of local languages. But languages that have young people, business, and government on their side are alive and thriving (Garland, 2006: 31). Actually, on Garland’s point of view, he extremely does recommended to the government to maintain the language. The existence of a language whether it can be resisted or not in this era it depends on the government and the young generation of the language itself. If they do not care about it, I can quarantine that minority language will be extinct and death.  In addition, they have to take benefits of globalization such as using android, smart phone, etc. to facilitate them in learning process. Do not just blame that the globalization brings much negative effect toward the language endangerment.
In short, the language is called minority when its speakers are less than 50 per cent, but it can be saved by the involvement of government through education system or include the language learning of Jawa Krama Ingil into the curriculum. Hopefully, for further researchers, they will be able to find out another things which can save and maintain the Jawa Krama Ingil Sungko from the excitation in this era globalization.



References
Garland, Erik. (2006, June). Can minority language be saved? Globalization vs. Culture”, 1, 31-34.
Koenig, Matthias. (2002). International journal on multicultural societies (IJMS), “Protecting Endangered Minority Languages: Sociolinguistic Perspectives”, 4, 115-117.

Purwo and Tarniaty, E. (2012). Kemerosotan Pemakaian Bahasa Jawa. Retrieved, Augustus 01, 2014 from: http://embunsayan.blogspot.com/

Xiulan, Zuo. (2007). China’s policy towards minority languages in a globalizing age. “Is globalization a threat to the future of minority languages?” 4, 1.

 








Kesabaran dan keteguhan hati seorang ibu


23 January 2015
Perjuang seorang ibu
oleh: Hitaf Tanu
Tuhan, ku mulai kisah ku dengan satu kata, KELAHIRAN, Dari kata itulah semuanya bermula, Engkaupun menciptakn sejarah pertama manusia dengan terciptanya nabi Adam AS dan dilanjutkan dengan anak keturunan Adam dan Hawa dan akhirnya sampai pada kelahiran saya, saya yang entah terhitung keturunan keberapa?? Meski Kau tau, terciptanya Adam, menjadi langkah awal terjadinya perpecahan, antara umat manusia. Para malaikat pun di buat heran terhadap apa yang engkau lakoni, Tuhan. Sehingga malaikat bertanya,”wahai rob ku, kenapa Engkau menciptakan manusia, sedangkan Kau tahu bahwa mereka akan membuat kerusakan di bumi Mu? Kenapa tidak Kau ciptakan kami saja, yang senantiasa patuh?? Kalian tahu Sob, apa jawaban Tuhan, jawaban Tuhan sangat sederhana,”kalian tidak mengetahui apa yang yang saya ketahui.” kita tidak pernah tahu scenario apa yang sedang Tuhan lakoni dibalik penciptaan Kita (manusia) yang begitu kontroversi dan juga sempurna dari pada mahluk yang lain. Mari kita lihat apa yang Tuhan inginkan !!!!!!!!!
Kisah Nabi adam adalah lembaran pengawal kisah Ku, jika nabi adam tidak dilahirkan dari Rahim seorang ibu, maka itulah perbedaan dari kelaahiran-kelahiran dari keturunan adam dan hawa, saya bukanlah nabi adam yan telahir dari tanah liat, Rahim ibu adalah tempat tidur saya selama 9 bulan 10 hari. Disitulah saya bertahta. Perjuang seorang ibu yang sangat luar biasa, demi seorang bayi, mistik tapi pasti itulah saya. Harapan mereka hanya satu, anaknya itu kelak akan lahir tanpa kurang suatu apapun. Itulah harapan semua orang tua. Perjuangan ayah yang selalu memenuhi kebutuhan saya selama saya dalam kandungan ibu juga luar biasa. Meski saya tidak bisa melihat, karena pandangan terhalang oleh dunia Rahim sang ibu, tapi naluri seorang anak bisa dirasakan. Bagian dari perjuangan seorang yang paling menakutkan adalah ketika saya diperinthkan oleh Robb ku untuk bertahta di tempat yang lebih luas. Disinilah nyawa seorang ibu dipertaruhkan, yaitu waktu dimana air ketuban pecah, pertanda saya akan keluar sesuai perintah robb Ku. Nyawa mu menjadi tidak penting ketika dibandingkan dengan bayi mistik yang akan segera berpijak di Bumi. Semua orang bersenyum bahagia ketika suara tangis Ku pertama kali menyambut dunia baru ku. Tangisan adalah hal pertama yang bisa dilakukan oleh saya, seorang bayi mungil yang baru berusia beberapa detik, hitungan alam bumi, tapi kalo dihitung dari alam Rahim, saya sudah hampir berumur satu tahun. Kenapa saya harus menyambut dunia dengan tangisan? Heran !!! apakah tangisan itu, tangis bahagai? Ataukah malah sebaliknya?  Pertanyaan dasar inilah yang terlintas dibenakku ketika saya sudah mulai tumbuh dewasa..mampukah pertanyaan ini dijawab?? Arkkkhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! pertanyaan ini hanya menambah koleksi pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu terurai.  
Hari kelahiran telah usai, satu tahap pengorbana seorang ibu telah berlalu, rasa sakit telah terbayar dengan tangisan bayi mungil yang dulunya mistik sekarang menjadi suatu hal yang nyata, bahkan lebih nyata dari suatu apapun. Usai satu pengorbanan maka pengorbanan berikutnya akan seegera menyusul, yaitu membesarkan saya, yang rewelnya luar bisa. Tangisan ku mengalahkan Guntur yang menyambar di atas singgasana awan. Itulah kata mereka. Mereka yang selalu berada disamping saya. Ternyata masa kecil saya luar biasa. Saya salut sama ibu dan bapak yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih dan sayang. Perjuangan mereka tak mampu diuraikan lewat sebuah tulisan, seperti halnya Nikmat Tuhan, jika air laut dijadikan sebagai tinta, maka tidaklah cukup untuk menulis nikmat-nikmat itu. Maka seperti itulah perjuangan mereka, takan mampu saya uraikan. Tapi pada kenyataanya, tak sedikit kami, para anak yang mendustakan pengorbanan mereka, terutama Ibu. Bahkan kata-kata yang dilontarkan kami terkadang  mengikis hati. Bahkan lebih dari itu. Tapi mereka tak pernah marah, apalagi melaknak kami. Karena mungkin mereka faham betul bahwa marahnya mereka adalah marahnya Allah juga, seperti yang dijelaskan dalam sebuah riwayat,”Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Jua Pernah terdengar petuah-petuah yang orang bijak sampikan, “jika orang tua bisa menghidupkan anak 10, maka 1 anakpun belum tentu bisa menghidupkan kedua orang tua.” Sungguh petuah ini menyentuh hati. Makna luar biasa terkandung didalamnya, karena pada kenyataannya, jarang sekali anak bisa menghidupkan orang tua mereka seperti yang mereka lakukan. Petuah ini adalah kritis pedas untuk kami, anak-anak yang tidak tahu diri dan tak tahu balas budi, mendoakan mereka walau dengan membaca 
Pun sangat sulit dilakoni dalam tiap sujud kami. Apalah arti seorang anak, jika enggan mendoakan kedua orang tuannya. Lalu balasan apa yang bisa diberikan atas jasa-jasa  mereka?? Bahkan mendoakan saja tidak. Doa diatas, takkan mengambil waktu berjam-jam, itu hanya butuh 30 detik bahkan kurang dari itu. Lalu lupakah kami akan perjuangan mereka, terutama ibu? Membalsnya dengan doa saja sukar. Lalu siapa lagi yang akan mendoakan mereka ketika mereka harus meninggalkan bumi yang indahnya menipu, selain anak-anak mereka. Karena sejatinya hanya 3 perkara yang nantinya akan selalu mengalir meski nyawa harus terpisah dengan jasad yaitu,” Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631). Lalu relakah hati kecil kita, membiarkan kedua orang kita, dilahap api neraka, syukur-syukur mereka termasuk golongan beruntung, bagaimana kalo sebaliknya? Maka lantunan doa yang terucap dari kitalah yang akan menjadi penyelamat bagi mereka.

Mencari Jawab Atas Tanya



Di hari yang cerah ini kususun kata menjadi sebuah kaalimat, kalimat menjadi paragraph, entah apa yang terfikir, ku pun tak tahu, yang ku tahu hanya menggerakkan jari jari ini Tanpa tahu pasti apa yang harusnya ku tulis pada hari ini, yang saya tahu hanyalah menulis, menulis dam menulis. Ingin ku tulis semua apa yang menjadi keluh kesahku selama ini, tapi lagi lagi saya kebingungan tentang ke arah mana aku harus menuju ketika sebuah tulisanku mulai.
Ingin kutulis semua kisah tentang cinta, tapi ku pun tak mampu merangkai sebuah cerita cinta, karena saya belum sepenuhnya merasakan apa itu cinta yang sesunggunhya, apalagi menjadi actor dalam sebuah cerita cinta. Pernah terlintas untuk mengarang sebuah cerita cinta, tapi ternyata tidak mudah untuk dilakoni, Banyak orang bilang bahwa cinta itu adalal fitrah, dan semua manusia pasti membutuhkannya.Cinta identic dengan hal hal yang berbau aroma nafsu birahi.Ya itu memang benar adanya, di era sekarang ini, para pemuda dan pemudi memaknai cinta dengan sangat mistik.Cinta identic dengan seksual.Itulah yang derepresentasikan cinta kepada pemuda di jaman kekinian, Jadi jangan heran ketika anda mengungkapkan cinta kepada lawan jenis anda maka andapun harus siap dengan segala konsekwensinya, Hanya sebagian kecil dari pemuda yang mampu menjaga keftrahan cinta yang meeka miliki.
Andai engkau tau, langit bersedih melihat tingkah bodoh kalian, kalian telah mengahncurkan bumi allah, tidak seharusnya kalian melakukan hal hal bodoh seperti itu. Tapi lagi lagi, setan kembali sesuai dengan janiinya, bahwa mereka akan terus mengganggu dan menggoda manusia, itu adalah janji setan kepada tuhannya. Makanya jangan heran, akan banyak kemaksiatan dimukabumi ini. Berbahagialah kalian yang bisa melawan setan dengan tetap teguh pada pendirian kalian dan tetap istiqomah dalam menjalani ajaran agama allah.
Tuhan…!!!!!!!! Jika aku boleh memilih aku, ingin sekali aku menjadi binatang -yang senatiasa taat dan tunduk kepada-Mu, yang setiap hari selalu bertsbih kepada-Mu. Binanatng tidsk pernah membangkang kepada-Mu.Apa mungkin karena mereka tidak diberi akal sehingga mereka (binatang) bisa setaat itu kepada mu? Tuhan tolong jawab aku!!!-dari pada saya harus menjadi makhluk yang bernama manusia yang selalu berbuat kerusakan di tanah suci-Mu.
Temuilah aku, tuhan temuilah aku.Aku yang haus akan belaian lembut karunia dari Mu. Andai aku bisa menjadi, ingin ku menjadi manusia terbaik di dunia ini- nabi Muhammad SAW. Beliau adalah manusia satu satunya yang pernah bertemu langsung dengan Mu di Ars sana. Entah dimana Ars itu? aku pun tak sanggup untuk membayangkannya. Karena semakin saya bertanya, maka akan semakin banyak pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk di pikiran saya yang tak akan pernah mampu terjawab. Andai Tuhan tahu, pertanyaan ini adalah bentuk keingintahuan hambanya akan wujud dari rasa ingin tahunya yang begitu besar terhadap tuhannya.
Tuhan catatan ini saya peruntukan untuk Mu, ku tulis denga tinta hitam di atas ketas putih dengan kelembutan hati yang tak terbias oleh suatu apapun. Saya tak tau kepada siapa saya harus mengadu, kepada siapa saya harus bercerita. Keyakinan ku pada Mu membuat ku memberanikan diri untuk berkisah kepadaMu.
Tuhan!!!!! Kapankah pencarian jawaban ini akan bersimpuh? Datanglah dalam mimpiku, berilah jawabMu atas semua tanyaku, tanyaku padamu. Aku tahu Engkau pasti melihat apa yang ada dalam benakku, apalagi yang sekarang saya tulis, tentang semua tanyaku, karena Engkau maha tahu. Tak adapt kusembunyikan semuanya, entah kusimpan di tempat amat sulit ditemukan orang lain, tapi tidak bagiMu, karena Engkau Maha tahu.