Kesabaran dan keteguhan hati seorang ibu
23 January 2015
Perjuang seorang ibu
oleh: Hitaf Tanu
oleh: Hitaf Tanu
Kisah
Nabi adam adalah lembaran pengawal kisah Ku, jika nabi adam tidak dilahirkan
dari Rahim seorang ibu, maka itulah perbedaan dari kelaahiran-kelahiran dari
keturunan adam dan hawa, saya bukanlah nabi adam yan telahir dari tanah liat,
Rahim ibu adalah tempat tidur saya selama 9 bulan 10 hari. Disitulah saya
bertahta. Perjuang seorang ibu yang sangat luar biasa, demi seorang bayi,
mistik tapi pasti itulah saya. Harapan mereka hanya satu, anaknya itu kelak
akan lahir tanpa kurang suatu apapun. Itulah harapan semua orang tua.
Perjuangan ayah yang selalu memenuhi kebutuhan saya selama saya dalam kandungan
ibu juga luar biasa. Meski saya tidak bisa melihat, karena pandangan terhalang
oleh dunia Rahim sang ibu, tapi naluri seorang anak bisa dirasakan. Bagian dari
perjuangan seorang yang paling menakutkan adalah ketika saya diperinthkan oleh
Robb ku untuk bertahta di tempat yang lebih luas. Disinilah nyawa seorang ibu
dipertaruhkan, yaitu waktu dimana air ketuban pecah, pertanda saya akan keluar
sesuai perintah robb Ku. Nyawa mu menjadi tidak penting ketika dibandingkan
dengan bayi mistik yang akan segera berpijak di Bumi. Semua orang bersenyum
bahagia ketika suara tangis Ku pertama kali menyambut dunia baru ku. Tangisan
adalah hal pertama yang bisa dilakukan oleh saya, seorang bayi mungil yang baru
berusia beberapa detik, hitungan alam bumi, tapi kalo dihitung dari alam Rahim,
saya sudah hampir berumur satu tahun. Kenapa saya harus menyambut dunia dengan
tangisan? Heran !!! apakah tangisan itu, tangis bahagai? Ataukah malah
sebaliknya? Pertanyaan dasar inilah yang
terlintas dibenakku ketika saya sudah mulai tumbuh dewasa..mampukah pertanyaan
ini dijawab?? Arkkkhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! pertanyaan ini
hanya menambah koleksi pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu terurai.
Hari
kelahiran telah usai, satu tahap pengorbana seorang ibu telah berlalu, rasa
sakit telah terbayar dengan tangisan bayi mungil yang dulunya mistik sekarang
menjadi suatu hal yang nyata, bahkan lebih nyata dari suatu apapun. Usai satu
pengorbanan maka pengorbanan berikutnya akan seegera menyusul, yaitu
membesarkan saya, yang rewelnya luar bisa. Tangisan ku mengalahkan Guntur yang
menyambar di atas singgasana awan. Itulah kata mereka. Mereka yang selalu
berada disamping saya. Ternyata masa kecil saya luar biasa. Saya salut sama ibu
dan bapak yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih dan sayang. Perjuangan
mereka tak mampu diuraikan lewat sebuah tulisan, seperti halnya Nikmat Tuhan,
jika air laut dijadikan sebagai tinta, maka tidaklah cukup untuk menulis nikmat-nikmat
itu. Maka seperti itulah perjuangan mereka, takan mampu saya uraikan. Tapi pada
kenyataanya, tak sedikit kami, para anak yang mendustakan pengorbanan mereka,
terutama Ibu. Bahkan kata-kata yang dilontarkan kami terkadang mengikis hati. Bahkan lebih dari itu. Tapi
mereka tak pernah marah, apalagi melaknak kami. Karena mungkin mereka faham
betul bahwa marahnya mereka adalah marahnya Allah juga, seperti yang dijelaskan
dalam sebuah riwayat,”Keridloan
Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung
kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Jua Pernah terdengar petuah-petuah yang orang bijak sampikan,
“jika orang tua bisa menghidupkan anak 10, maka 1 anakpun belum tentu bisa
menghidupkan kedua orang tua.” Sungguh petuah ini menyentuh hati. Makna luar
biasa terkandung didalamnya, karena pada kenyataannya, jarang sekali anak bisa
menghidupkan orang tua mereka seperti yang mereka lakukan. Petuah ini adalah
kritis pedas untuk kami, anak-anak yang tidak tahu diri dan tak tahu balas
budi, mendoakan mereka walau dengan membaca
Pun sangat sulit dilakoni dalam tiap
sujud kami. Apalah arti seorang anak, jika enggan mendoakan kedua orang
tuannya. Lalu balasan apa yang bisa diberikan atas jasa-jasa mereka?? Bahkan mendoakan saja tidak. Doa
diatas, takkan mengambil waktu berjam-jam, itu hanya butuh 30 detik bahkan
kurang dari itu. Lalu lupakah kami akan perjuangan mereka, terutama ibu?
Membalsnya dengan doa saja sukar. Lalu siapa lagi yang akan mendoakan mereka
ketika mereka harus meninggalkan bumi yang indahnya menipu, selain anak-anak
mereka. Karena sejatinya hanya 3 perkara yang nantinya akan selalu mengalir
meski nyawa harus terpisah dengan jasad yaitu,” “Jika
seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara
(yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631). Lalu relakah
hati kecil kita, membiarkan kedua orang kita, dilahap api neraka, syukur-syukur
mereka termasuk golongan beruntung, bagaimana kalo sebaliknya? Maka lantunan
doa yang terucap dari kitalah yang akan menjadi penyelamat bagi mereka.
0 comments: