Kesabaran dan keteguhan hati seorang ibu

23:39 Fatihurrahman 0 Comments


23 January 2015
Perjuang seorang ibu
oleh: Hitaf Tanu
Tuhan, ku mulai kisah ku dengan satu kata, KELAHIRAN, Dari kata itulah semuanya bermula, Engkaupun menciptakn sejarah pertama manusia dengan terciptanya nabi Adam AS dan dilanjutkan dengan anak keturunan Adam dan Hawa dan akhirnya sampai pada kelahiran saya, saya yang entah terhitung keturunan keberapa?? Meski Kau tau, terciptanya Adam, menjadi langkah awal terjadinya perpecahan, antara umat manusia. Para malaikat pun di buat heran terhadap apa yang engkau lakoni, Tuhan. Sehingga malaikat bertanya,”wahai rob ku, kenapa Engkau menciptakan manusia, sedangkan Kau tahu bahwa mereka akan membuat kerusakan di bumi Mu? Kenapa tidak Kau ciptakan kami saja, yang senantiasa patuh?? Kalian tahu Sob, apa jawaban Tuhan, jawaban Tuhan sangat sederhana,”kalian tidak mengetahui apa yang yang saya ketahui.” kita tidak pernah tahu scenario apa yang sedang Tuhan lakoni dibalik penciptaan Kita (manusia) yang begitu kontroversi dan juga sempurna dari pada mahluk yang lain. Mari kita lihat apa yang Tuhan inginkan !!!!!!!!!
Kisah Nabi adam adalah lembaran pengawal kisah Ku, jika nabi adam tidak dilahirkan dari Rahim seorang ibu, maka itulah perbedaan dari kelaahiran-kelahiran dari keturunan adam dan hawa, saya bukanlah nabi adam yan telahir dari tanah liat, Rahim ibu adalah tempat tidur saya selama 9 bulan 10 hari. Disitulah saya bertahta. Perjuang seorang ibu yang sangat luar biasa, demi seorang bayi, mistik tapi pasti itulah saya. Harapan mereka hanya satu, anaknya itu kelak akan lahir tanpa kurang suatu apapun. Itulah harapan semua orang tua. Perjuangan ayah yang selalu memenuhi kebutuhan saya selama saya dalam kandungan ibu juga luar biasa. Meski saya tidak bisa melihat, karena pandangan terhalang oleh dunia Rahim sang ibu, tapi naluri seorang anak bisa dirasakan. Bagian dari perjuangan seorang yang paling menakutkan adalah ketika saya diperinthkan oleh Robb ku untuk bertahta di tempat yang lebih luas. Disinilah nyawa seorang ibu dipertaruhkan, yaitu waktu dimana air ketuban pecah, pertanda saya akan keluar sesuai perintah robb Ku. Nyawa mu menjadi tidak penting ketika dibandingkan dengan bayi mistik yang akan segera berpijak di Bumi. Semua orang bersenyum bahagia ketika suara tangis Ku pertama kali menyambut dunia baru ku. Tangisan adalah hal pertama yang bisa dilakukan oleh saya, seorang bayi mungil yang baru berusia beberapa detik, hitungan alam bumi, tapi kalo dihitung dari alam Rahim, saya sudah hampir berumur satu tahun. Kenapa saya harus menyambut dunia dengan tangisan? Heran !!! apakah tangisan itu, tangis bahagai? Ataukah malah sebaliknya?  Pertanyaan dasar inilah yang terlintas dibenakku ketika saya sudah mulai tumbuh dewasa..mampukah pertanyaan ini dijawab?? Arkkkhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! pertanyaan ini hanya menambah koleksi pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu terurai.  
Hari kelahiran telah usai, satu tahap pengorbana seorang ibu telah berlalu, rasa sakit telah terbayar dengan tangisan bayi mungil yang dulunya mistik sekarang menjadi suatu hal yang nyata, bahkan lebih nyata dari suatu apapun. Usai satu pengorbanan maka pengorbanan berikutnya akan seegera menyusul, yaitu membesarkan saya, yang rewelnya luar bisa. Tangisan ku mengalahkan Guntur yang menyambar di atas singgasana awan. Itulah kata mereka. Mereka yang selalu berada disamping saya. Ternyata masa kecil saya luar biasa. Saya salut sama ibu dan bapak yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih dan sayang. Perjuangan mereka tak mampu diuraikan lewat sebuah tulisan, seperti halnya Nikmat Tuhan, jika air laut dijadikan sebagai tinta, maka tidaklah cukup untuk menulis nikmat-nikmat itu. Maka seperti itulah perjuangan mereka, takan mampu saya uraikan. Tapi pada kenyataanya, tak sedikit kami, para anak yang mendustakan pengorbanan mereka, terutama Ibu. Bahkan kata-kata yang dilontarkan kami terkadang  mengikis hati. Bahkan lebih dari itu. Tapi mereka tak pernah marah, apalagi melaknak kami. Karena mungkin mereka faham betul bahwa marahnya mereka adalah marahnya Allah juga, seperti yang dijelaskan dalam sebuah riwayat,”Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Jua Pernah terdengar petuah-petuah yang orang bijak sampikan, “jika orang tua bisa menghidupkan anak 10, maka 1 anakpun belum tentu bisa menghidupkan kedua orang tua.” Sungguh petuah ini menyentuh hati. Makna luar biasa terkandung didalamnya, karena pada kenyataannya, jarang sekali anak bisa menghidupkan orang tua mereka seperti yang mereka lakukan. Petuah ini adalah kritis pedas untuk kami, anak-anak yang tidak tahu diri dan tak tahu balas budi, mendoakan mereka walau dengan membaca 
Pun sangat sulit dilakoni dalam tiap sujud kami. Apalah arti seorang anak, jika enggan mendoakan kedua orang tuannya. Lalu balasan apa yang bisa diberikan atas jasa-jasa  mereka?? Bahkan mendoakan saja tidak. Doa diatas, takkan mengambil waktu berjam-jam, itu hanya butuh 30 detik bahkan kurang dari itu. Lalu lupakah kami akan perjuangan mereka, terutama ibu? Membalsnya dengan doa saja sukar. Lalu siapa lagi yang akan mendoakan mereka ketika mereka harus meninggalkan bumi yang indahnya menipu, selain anak-anak mereka. Karena sejatinya hanya 3 perkara yang nantinya akan selalu mengalir meski nyawa harus terpisah dengan jasad yaitu,” Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631). Lalu relakah hati kecil kita, membiarkan kedua orang kita, dilahap api neraka, syukur-syukur mereka termasuk golongan beruntung, bagaimana kalo sebaliknya? Maka lantunan doa yang terucap dari kitalah yang akan menjadi penyelamat bagi mereka.

0 comments: