AKU adalah SAYA
AKU adalah SAYA
Oleh: Hitaf Tanu, 25 Okt. 15
Sebenarnya aku udah ada niat utk merubah pribadi
perlahan demi perlahan, sejengkal demi sejengkal, tetapi selalu ada tiga alasan ini yang selalu menyelubungi
ku
(1) belum siap;
(2) nanti nanti saja;
(3) sudah
ada niatan tapi masih belum siap
Alasan itu bak syair yang membuming, yang selalu aku
sebut dengan lirih ke sana–ke mari, di sana–di sini dan kapanpu ketika aku
ditanyai kapan berhijrah. Bahkan disetiap pergantian tahun kelahiran ku,
kata-kata yang disusun sedemikian rapi, yang berupa harap dan ingin sebelum
angin ku hembuskan tuk padamkan kobaran api kue ulang tahunku seperti
"semoga diumur ku yang sekian dan sekian ini, bisa menjadi pribadi lebih baik
dari tahun tahun sebelumnya”
Yah ! Beribu semoga menjadi harapan semu. Hal itu,
selalu terucap dalam pergantian tahun lahir ku, sudah berjuta semoga yang
terucap, namun hasilnya nihil. Hanya secuil yang terjamah. Hanya kata semoga yang bisa mewakili harap ku,
kata semoga yang hanya bisa disemogakan tanpa ada usaha ku untuk menggapai
harap ku. Hanya ada satu alasan ku yaitu nanti, nanti dan nanti. Yang entah kata
nanti itu akan bertepi pada pergi nya waktu dengan sia-sia, menua nya usia
dimakan senja, tidak sempurnanya amal karena fisik sudah merenta. Dan selalu
ada alasan untukku menuda meraih perubahan itu.
Ingin ku serta ucapku adalah INI, akan tetapi tindak
ku adalah ITU. Seakan dua jalur yang tak akan pernah bisa dipersatukan. Dan
sampailah pada batas maksimal di mana kebimbangan melanda, sampai ku temukan
dua makhluk yang saling berbisik dan melawan satu sama lain. Siapakah mereka?
Mereka adalah aku dan saya, yang selalu menyemukan ingin.
Aku sampai pada titik ini: “Aku tidak tahu lagi kenapa saya dan aku
dipersatukn dalam satu. Diciptakan dalam satu kesatuan. Aku dan saya selalu
membisikan dua jalan yang tidak bersekawan. Yang terkadang, saya melakukan
sesuatu yang tidak aku kehendaki. Aku dan saya bagai dua unsur yang melebur
dalam senyawa. Mungkin aku tidak akan pernah ada tanpa adanya saya. Mungkin
juga sya tidak akan pernah ada tanpa aku. Saya juga tidak akan pernah tahu saya
yang sesungguhnya tanpa hadirnya aku. Aku tahu salah karena ada saya. Dan aku
jga tahu benar karena hadirnya aku. Aku berada dalam keberadaan aku. Aku dan
sya, dua makhluk yang dengan sengaja diciptakan bukan tanpa maksud, mungkin aku
hanya bisa mensemogakan tetapi pendorong untuk melakukan keinginan itu adalah
saya. Karena aku tanpa saya bagai raga tak bernyawa, bagai hidup tapi tak mampu
untuk bertindak. Inilah aku dan saya yang tercipta sebagai akal dan nafsu,
sebagai hati dan pikiran. Yang selalu melahirkan kata nanti, nanti dan nanti
sampai waktu berada diujung penantian panjangnya.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, hanya ada satu solusi
untuk mencapai sebuah harap, dengan mensejalankan akal–nafsu, hati–fikiran,
dua unsur ini sangat penting untuk dipersatukan sehingga bisa menjadi insa yang
lebih baik. Solusi terbaik adalah Allah.
0 comments: