contoh analisis locutionary, illocutionary dan perlocutionary act


An analysis of Speech act: J.L. Austin’s theory of performative act
Oleh: Fatihurrahman

J.L. Austin, in his theory of performative acts, he tries to explain that an utterence which uttered by a speaker has a meningfull message, in which addressed to the hearer and or listener to do wtat is uttered. On the other hands, every single word comes out by human lips carries a meaning. It means, no word has no meaning. In his theory, Austin also emphasize  that "to say something may be to do something". By emphasizing that, then he issues performative acts which is parted into three types: locutionary act is the act  of saying something and/ or what is said; illocutionaryact is the act performed  in saying something; The  perlocutionary act is the act performed  by, or as a consequence of, saying something.
 To make best understanding about those three types of performative acts, then I do analyzing two short conversations between two persons who are in very closed relationship, yet their names will not be stated as what it is! Thus, they are initialized as A and B. The following conversation are:
Conversation 1
A: whatch out! There is a car.
B: Well, thank you.
A’s utterence is a warning to B to be more carefully in crossing the road, because there is a car which quicken in speedily. What A  says is what we call as locutionary act. Where the locutionary act performed by A is meaning by “Watch” and refering by “B”  on his act. B’s respose will indicate whether B understad or not about what  is the intended meaning of A by saying so. On one hand, the locutionary will seem to succed by looking at the B’s responce.  By responding “well, thank you” means that B understands about what is spoken by A. The intended message is well-recognized by B is called as illocutionary act. Then, the result of understanding an utterence utterd by A will be done by B. It is known as perlucotionary act.
Conversation 2
A: Can you come over to my parent’s bith day party tonight?
B: I must vinish my homework.
We can do so by noting that under the right conditions, one can urge just by saying, “Can you come over to my parent’s bith day party tonoght?”, while the adreessee respond by saying, “ I must vinish my homework”. What we can analyse, the addressee replies by using indirect speech act. The Addressee’s utterance may indicate that: “the homework must be assembled tomorrow” and/or “he/she is too busy to join the party”. The example above refers to the Indirect speech act. Form that example I myself  also derived into three kinds of speech acts, the first is Lucotionary, means that the sentence “Can you come over to my parent’s bith day party tonight?” contain of what is said by the speaker and well-undestood by the addressee. The lucotionary act has a literal meaning whether the utterance will be perfomed or not, it is not important. The second, Illucotinary act, means that the utterance above “I must vinish my homework” is not just informing to the speaker that he/she has homework to be done. Yet, the utterance will have an impact toward the speaker’s performance. It is known as perlucotionary act.
To sum up, a speaker not merely produces an utterance but she/he also tries to communicate something by using an utterance. On the other hand, the speaker wants the hearer to respond what is said by him or her. Thus, in every single word and/or an utterence spoken by speaker  is always has a meaning and the speaker supposes the hearer to do what is said. Because what is said is not merely what it is. it is what J.L. Austin meant in his theory of performative acts.  

contoh analisis speech act teorinya austin

An analysis on Speech act: Austin’s theory of performative act
Oleh: Fatihurrahman


               
                Austin, in his theory of performative acts, he tries to explain that an utterence which is uttered by a speaker has a meningfull message, in which addressed to the hearers and/or the readers to do what is uttered. On the other hands, every single word comes out by human lips carries a meaning. In his theory, Austin also emphasizes  that "to say something may be to do something". By emphasizing that, then he issues performative acts which is parted into three types: locutionary act is the act  of saying something and/ or what is said; illocutionaryact is the act performed  in saying something; The  perlocutionary act is the act performed  by, or as a consequence of, saying something.
            There is no singel meaning of an utterence, therefore, the picture above may have many meanings. Firts, it may indicate that the sentence on the picture “Ngamen gratis kecuali afgan/ayu ting-ting” is a warning for a singing beggar for not doing ngamen in that place. The sentence which  is written by the owner of the house is as lucotionary act, which is addressed to readers. in this case a singing beggar and it is also supposed to be understood them. if the singing beggar pass the house, it means that the intended message is well-recognized by the pengamen. It is called as illocutionary act. Then, the result of understanding an utterence uttered by the owner will be done by singing beggar. it can be indicated when they just pass the house and doing ngamen in the other houses next.  It is known as perlucotionary act.
Second, if there are still singing beggar who do ngamen, it means that, they cannot read at all. So the massege of the written utterence has no meaning by them. One thing that should be considered by the owner of the house, not all of the singing beggar has an educational background. Thus, by sticking a written warning utterence will no longger be efficient.

The last, the owner intentionaly writes the sentence “Ngamen gratis kecuali afgan/ayu ting-ting” to warn the singing beggar, even they do ngamen, they will not get money and/or they will pass the house after reading it. If they do so, means that the lucotinary and illucotionary have been conveyed properly. Then, the last is the act which is based on their understanding,  it is called as perlucotionary act.

Politik Bima- Mbojo


Suara MAK
Oleh: Hitaf Tanu



Mak, aku tahu sebentar lagi suara mu akan diperhitungkan, aku juga tahu kau tidak begitu tahu mana diantara mereka yang patut kau berikan suara mu. Tapi yakinlah semua dari mereka itu adalah pantas. Sudah beberapa  hari berlalu, suara teriakan kiri dan kanan mu begitu menggema. Tapi kau tetap tidak tahu, apa gerangan suara mengusik telinga itu, hanya satu dari kian ribu hal yang kau tahu, mereka adalah orang-orang yang berjas dan berdasi, bersepatukan yang menyilaukan mata. Mereka adalah calon nahkoda tanah di mana engkau dan aku  ditumpahkan. Begitu banyak tim sukses yang silih berganti, siang malam, datang bergantian. Hanya untuk mengemis satu suara polos mu. Apakah merek tidak baik? Mereka juga orang baik mak.  
Mak, sekarang kau begitu diinginkan oleh mereka yang dibalut jas-jas bermerek. Sekarang kau bagai ratu semalam. Segala ingin mu mereka penuhi. Mereka begitu baik. Tapi baik yang semoga tidak hanya singgah untuk keperluan sesaat, sepeti yang terjadi berpuluh-puluh tahun silam.
Mak, kau amatlah polos, sebab semua hal yang mereka    ceritakan, kau ceritakan pula pada kami. Tetapi dengan kepolosan mu, membuka semua tabir-tabir hitam yang ada di balik licinnya pakain yang mereka kenakan. Dibalik terhormatnya kulit epidermis mereka. Sekarang aku tahu semuanya. Meski aku tak mampu untuk menghentikan semua itu. tapi yakinlah, akan ada orang yang bisa menjatuhkan dan merobohkan tabir-tabir itu. seperti yang terjadi pada masa rezim suharto, saat itu ada Bang iwan fals, yang selalu meneriakan perlawanan-perlawananya lewat lirik-lirik lagu yang ia nyanyikan. sekarang bang iwan sudah renta mak, dan masa karya-karya pro rakyatnya pun mungkin sudah tidak sekuat pada masa kediktatoran suharto. Akan ada yang lebih dari itu, yang akan siap merobohkan tembok hitam itu.
Mak, doakan kami, sebagai generasi penerus bangsa, yang insya Allah., semoga bisa menjadi penerus yang terhindar dari kata KORUPSI, KOLUSI dan NEPOTISME. Semoga kami bisa bergerak tanpa ada embel-embel politik. Semoga krisis politik sehat di masa sekarang tidak  terjadi di masa kami.
Mak, Sudah berapa banyak orang berdasi naik turun ke gubuk mu? Mungkin sudah terlalu banyak, sampai sampai kau lupa bagaimana garis wajah mereka. Aku tahu kau tak pernah peduli siapa yang nantinya akan duduk di kursi yang harganya bermiliyaran itu. kursi termahal sepanjang sejarah kemanusiaan. kau juga tak pernah tahu, begitu banyak orang yang merauh keuntungan dari kegiatan yang diadakan setiap lima tahun sekali itu. karena kau begitu polos akan hal yang berbau politik. Yang kau tahu adalah memilih karena dikasih kertas berwarna biru dan merah. Kau pun tak tahu dibalik pemberian itu, suara mu telah terbeli dengan harga sekian ratus ribu dengan keuntungan sekain miliaran Rupiah yang berpihak didompet mereka. Tapi ingatlah Mak, semoga yang terpilih adalah yang bisa mengubah pahit menjadi manis, mengubah gelap menjadi terang, yang bisa mengubah sempit menjadi luas. Dan itu menjadi harapan kita semua.
Mak, senyummu begitu menyeka, bersinar membinar, memudarkan garis-garis keriput di wajahmu, tetapi akankah senyum itu terus memekar sama seperti hari di mana mereka mengicaukan beribu patah manis. Masihkah mereka mau datang ke gubuk tua mu kelak jika mereka sudah terpilah dan terpilih? Masihkah? Itulah yang selalu aku semogakan. Ataukah nanti mereka akan terlalu sibuk, bahkan mendengar keluh, kesahmu saja tak sempat. Mendengar bunyi perut lapar saja mungkin akan diabaikan. Dan sampai memudar pula senyum itu dari wajahmu. Mereka akan terlalu sibuk, mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk menutupi lubang dompet mereka yang sempat terkuras saat pesta lima tahun sekali itu. jika hal demikian terjadi, mulut banyak membusa, berteriak ke sana ke mari. yang awalnya pro menajdi kontra, dan yang kontra makin menjadi-jadi. Lalu, pantaskah aku, mak, dan kamu mengkritisi kinerja mereka. Di sana mengatakan pantas, karena haknya tidak dipenuhi, sedang di sini bersorak tak pantas, karena suara kalian telah ku beli dengan rupiah. Lalu siapaa yang patut untuk disalahkan? Apakah takdir? Tidak demikian. Tapi yakinlah, diantara sekian orang itu, akan ada yang mengubah asa menjadi manis asi kehidupan, yang mengubah lapar menjadi kenyang dan untuk mencapai semua itu, kuncinya ada ditangan mak-mak semuanya. Bukan di tangan kami yang berada diperantauan ini.

HIJAB DARI SUDUT PANDANG LAKI-LAKI

“HIJAB DARI SUDUT PANDANG LAKI-LAKI”
Edisi 25 September 2015 Oleh: Hitaf



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bismillahirrahmanirrahim……
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Musuh mu sekarang sebenanya bukanlah mereka yang terbuat dari tameng, senjata tajam dan tumpul, bukan pula terbuat dari bom-bom besar dan kecil, apalagi tenaga nucler yang tersohor itu. sekarang saya khawatir, bumi pertiwi ku lambat laun akan menjadi lautan manusia yang jauh dari dua pusaka wasiat sang Panji Islam. Nabi Muhammad S.A.w,

Lantas sejanta seperti apa yang negeri-negeri barat lacarkan untuk melumpuhkan islam pelan-pelan dan pasti? Senjata apakah itu? ya! Modernisasi yang melanglang buana lewat globalisasi adalah cara mereka. Menggolablisaikan dunia adalah salah satu upaya peluncuran perang tanpa menumpahkan darah. Lebih efisein. Mode (gaya berpakain) lebih tepatnya. Mode kebarat-baratan merambat dengan cepat, secepat kilat menyambar. target utamanya adalah perempuan-perempuan muslim. Muslimah adalah mangsa terbaik untuk menghancurkan islam dari dalam tubuh islam. Menggerogoti dari dalam secara perlahan-lahan. Lihat saja contoh realnya, di era kekinian impor barang berjenis pakaian yang berkiblat pada barat meningkat secara drastis sejak beberapa tahun kebelakang. Dan sekarang di tahun 2015, mode itu semakin mengakar kuat sehingga Firman-Firman Tuhannya dikesampingkan seakan aturan Pencipta sudah tidak penting lagi. Alias dinomor duakan. Makanya perempuan jangan heran dan serta merta melimpahkan salah pada kami, ketika kami tak mampu menahan pandangan kami. Yang mampu menahan hanya sedikit. Cobaan kami di era sekarang lebih berat jika dibandingkan zaman terdahulu. Paha, dada, dan lain sebagainya bertebaran tanpa sehelai kain pun. Putus urat malu. Bagaiman syahwat harus bersikap? Astagfirullahal ‘adzim. Haruskah kami berdiam di rumah?

Musuh islam sekarang jauh lebih pintar. Mereka tahu bahwa yang paling lemah itu adalah perempuan. Membunuh mental muslimah lewat mode-mode senonohnya sukses. Coba tengok, jika melihat kembali beberapa tahun silam, mode menyerang mereka yang belum bertudung sehinnga semakin membawa  mereka (mereka pengumbar aurat dengan terang-terangan) terlelap hingga napas terlepas dari raga. Jadilah mereka bahan bakar api neraka-Nya Allah. Dan semakin ke sini, mode kebarat-baratan mulai menyentuh mereka yang sudah bertudung. Melemahkan ke istiqomahan mereka. Hadirnya mode hijab ala moderen semakin merajalela. Hijab yang hanya menutup kepala dan dibawahnya kepala malah terpampang dengan bentuknya yang membangkitkan syahwat. Lalu siapa yang harus disalahkan? Para lelaki disiruh menjaga pandangan tetapi mereka sendiri tak mampu menjaga harga diri mereka.

Tahun 2015 adalah masa kejayaannya  Hijab moderen. Dan menjadikannya trending topik sepanjang tahun ini. Yah! Mereka berhijab dengan aturan yang mereka buat sendiri. Kenapa tidak buat saja al-kitab sendiri? Biar tak ada aturan Tuhan sekalian. Apasih susahnya berhijab sesuai dengan tuntutan Al-quran dan Hadist. Kalian juga akan membantu para lelaki dalam hal melihat yang seharusnya tidak dilihat oleh kami. Muslimah hancur. Negeri barat tertawa. Bisa tidak sedikit dengarkan jerit hati kami. Asalkan kalian tahu, kami lebih bangga melihat kalian terselubungi oleh tudung itu daripada yang bertudung tapi telanjang. Kalian seharusnya belajar dari seekor ayam. Ayam saja menutup seluruh tubuhnya dengan bulu-bulunya, dan itu merupakan pakaian indah dari Allah untuk mereka. Coba perhatikan ayam itu yang terlihat adalah kaki dan mukanya saja. jika ngak percaya bisa dilhat sendiri. Seharusnya malu! itulah jerit hati para lelaki.

Ideologi kita terperangi oleh para penjajah agama. Dikehidupan sehari-hari nampak sekali faktanya. Ketika ada salah seorang muslimah yang melabuhkan tudungnya keseluruh tubuhnya, pasti suara bisiskan-bisikan yang terkadang menyengat telinga terdengar, pertanyaan-pertanyaan yang tidak seharusnya dipertanyakan. Itu dia aliran apa? aneh kan? Pernahkah kita pertanyakan ketika ada yang tidak memakai tudung pun yang pakai tudung  tapi belum sesuai tuntutan Al-quran dan hadis, pernahkah kita mempertanyakan aliran mereka? Pernah kah? Yang melabuhkan tudungnya keseluruh tubuhnya dibilang rasis. Lantas yang tidak melabuhkan dibilang apa? lantas yang belum memakai tudung sama sekali dibilang apa? pernahkah terlintas dibenak kita akan hal itu? sepertinya tidak pernah. Karena yang mayoritas selalu memenangka pertandingan dengan yang minoritas.

Fakta-fakta kelemahan perempan itu sangat jelas terlihat di lingkungan kita. Contoh yang satu ini sepertinya sangat dekat sekali di masyarakat.  Bertudung sudah. Menutup (d***) yang seharusnya ditutup sudah, akan tetapi ada-ada saja idenya, tudung yang tadinya sudah menutupi d**a malah diangkat dan dililitkan dilehernya. Alhasil jadilah itu kebiasaan yang tak layak. Yang semakin menjauhkan diri. Satu hal yang perlu diingat dan digaris bawahi adalah “BIASAKANLAH YANG BENAR (alquran dan sunnah) BUKAN MALAH MEMBENARKAN KEBIASAAN, karena sejatinya yang perlu diningat lagi adalah TIDAK SEMUANYA ADAT DAN KEBIASAAN ITU BENAR, AKAN TETAPI ALQURAN DAN SUNNAH ITU SUDAH PASTI BENAR.
Ingat ya! Melabuhkan tudung dengan sempurna yang sesuai dengan tafsir masing imam atau kesepakatan para ulama, (tapi melabuhkan keseluruh tubuh jauh lebih baik) seperti yang tertera dalam Q.S al-ahzab: 59, yang artinya:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Serta yang terdapat dalam surah An- Nur: 31
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan  janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Meski ada perbedaan tafsir tentang ayat diatas, tapi tidak ada yang membenarkan bertudung tanpa menutup dada. Kecuali tafsirnya kurais syihab, sejauh ini dangkalnya pengetahuan saya.  
Paradigma-paradigma dan salah kaprah di mata masyarakat adalah perempuan yang bertudung seakan manusia sempurna sehingga berimbas pada ketika mereka melakukan kekeliruan di dalam kehidupan sehari-hari, mereka langsung dicap munafik. Dan mereka berfikir bahwa mereka yang bertudung tak pantas berlaku salah. Sepertinya paradigma ini lupa akan satu hal, yakni manusia merupakan tempatnya keliru dan salah. Dan tak jarang yang mengatakan demikian mencap bahwa dirinya lebih baik meski tak bertudung. Dari sudut mana coba dia mengatakan bahwa dia lebih baik?
Ilmu adalah kunci utama agar bisa terhindar dari mode ala barat. Nyatanya masih ada yang selalu istiqomah dalam tudungnya bahkan lebih tertutup dan tertutup sampai pada batas maksimal tuntutan. Itu semua karena ilmu. Dengan ilmu agama yang mapan maka in sya Allah., akan menambah iman dan takwa kepada Allah., ketika kurangnya pondasi agama, maka jangan heran ketika ada yang sudah memutuskan untuk bertudung lambat laun tudung itu berganti. Mode barat: tudung moderen, baju ketat, celana apalagi. Na’udzubillah. Itu karena kurang kokohnya perisai islam. Lalu sampai kapan mereka perempuan itu larut dalam ketidaktahuan? Sampai kapan? Sampai saatnya tubuh dililit oleh kain putih. kunci keistiqomahan dalam menjalani syariat itu adalah dukungan dari teman-teman dekat, belajar banyak tentang syariat, baca kisah-kisah para sahabiah Rasulullah untuk menambah motivasi. Kebanyakan, ketika seseorang sudah siap untuk merubah penampilannya dari yang YOU CAN SEE menjadi YOU CANNOT SEE, terhambat oleh ketidakadaan dukungan moril dari teman sepermainan. Seharusnya teman itu mengucap syukur karena melihat temannya berubah ke arah yang lebih baik, bukan malah dibilang berpenampilan seperti ibu-ibu, kurang cocok dan lain sebagainya. Teman macam apa? Itulah kenapa pentingnya teman. sepertinya musuh islam sudah merambah jauh kedalam dan menjalar ke urat saraf sehinnga sesama muslim saja saling menjerumuskan.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada beberapa hal yang harus diingat, dalam salah satu ceramah sang ustad (unnamed ustad) berkata,  “BIASAKALAH YANG BENAR (alquran dan  sunnah) BUKAN MEMBENARKAN KEBIASAAN karena adat dan kebiasaan tidak semuanya benar tetapi alquran dan sunnah sudah pasti benar; BERBAHAGIALAH MELIHAT PERUBAHAN POSITIF ORANG LAIN BUKAN MALAH MEMANDANGNYA SINIS apalagi mematahkan semangat perubahan itu, RAILAH PERUBAHAN ITU DENGAN JALAN MENGHADIRI MAJELIS-MAJELIS, kalo kesulitan jangan khawatir GUNAKANLAH INTERNET DENGAN BIJAK. Berubahlah secara bertahap, karena Allah., suka akan hal itu. Satu lagi poin  terpenting adalah BERTUDUNG itu merupakan kewajiban bagi setiap muslimah yang sudah balig lagi berakal. Perlu kah kita pertanyakan apakah hati dulu yang ditata baru berhijab? Berhijab itu sama wajibnya dengan sholat dan puasa, bukan? Lantas pantaskah kita pertanyakan, apakah khusyuk dulu baru sholat? Apakah  sholat kita khusyuk? Apakah ketika sholat, kita merasa sholat kita ngak khusyuk? Lalu kita berhenti untuk sholat? Rasanya hanya Allah yang pantas dan memiliki hak sepenuhnya akan hal itu. begitulah analogi sederhanya ketika ada pertanyaan-pertanyaan tentang haruskah menjilbabi hati dulu atau tidak.

Bodohnya Kami dalam ilmu Agama


“BODOHNYA KAMI”
Edisi 27 Sep. 15 Oleh: Hitaf


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bismillahirrahmanirrahim……
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang


Sudah jelas skenario Mu. Sudah jelas ke mana kami akan berlabuh untuk selama-lamanya. Pencipta merupakan satu-satunya Sutradara yang tak dipatuhi oleh pemainnya. Anggaplah Tuhan sutradara, pengatur skenario dalam sebuah film yang berjudul kehidupan. Skenarionya selalu dilanggar oleh mayoritas actornya, lebih-lebih aktrisnya. Akan jadi apa film kehidupan jika skenarionya tak dilakoni oleh kami, para pemain? Pembunuhan, pemerkosaan, pengadudombaan, penyombong, pengangkuh, peria, pelaku kekerasan, pelawan sunnah, pelawan firman, pendengki, lesbiyan, homoseksual, perzinahan, pengumbar aurat, punuk unta, pemakai aurat tapi telanjang yang seharusnya tidak ada dalam skenario malah terjadi sedermikian rapi, sehingga filmnya jauh dari yang diharapkan.

Tuhan ciptakan dua makhluk bernama syurga dan neraka,  supaya kami takut pada yang satunya dan berharap pada satunya. Itu semua sebagai penyemangat mendekatkan diri pada-Nya. Seperti halnya dalam sebuah perlombaan, semakin besar harga yang diperebutkan maka semakin menggebu semangat meraihnya. Begitulah seharusnya kami bersikap. Tapi kami memang begitu bodohnya. Sebodoh itukah? Kenapa kami suka melanggar skenario itu? meski kami para pelanggar Firman dan Sunnah, tapi diakhir hidup kami, kami tetap mengiba pada Tuhan, Sang pemilik skenario, agar ending dari film yang kami perankan berakhir Bahagia. Happy ending. Pantaskah harapan itu?
Kami begitu pintar berlakon, memainkan peran dengan sejuta kejahatan. Bagaimana tidak , kami adalah para akhli dalam berbagai bidang keilmuan. Kami akhli dalam membaca, menulis, apalagi mendebatkan Firman dan Sunnah. Mendebatkan kedunya adalah hobi kami. Makanya ada bait syair yang mengatakan, “ Sampaikanlah Sunnah, jika manusia mengajak mu berdebat maka DIAMLAH”. Itulah kami, hal dilarang kerap kami langgar. Sehingga, kami makin jauh dan menjauh dari syari’at islam. Bagaimana bisa kami masih berharap Tuhan akan membahagiakan kami diakhir cerita? Itulah kami yang bodoh tapi dililit oleh kepintaran semu.

Kami takut nerakaMu, tapi kami lupa cara meraih surgaMu. Diantara lupa dan aniaya, sehingga kami lebih tepat disebut lalai. Sampai kapan kami lalai? Sampai saatnya kami terbungkus oleh kain tipis berwarna putih. pada saat inilah putih yang melilit kami tak lagi menggambarkan kesucian. Suci yang didalamnya terdapat sejuta bercak hitam yang tak mungkin lagi bisa dibersihkan dengan kata “TAUBAT” meski tuhan adalah maha penerima taubat. Karena “Sesungguhnya Allah menerima pertobatan hambaNya sebelum nyawa sampai ketenggorokan (HR. Ahmad).
Hukum keseimbangan yang Tuhan sediakan seharusnya kami lakoni, agar semua terraih. Dunia dan akhirat. Tetapi kami begitu bodoh. Dunia lebih menawarkan kehidupan nyata, kesenangan yang bisa diindera, kebahagiaan tanpa ada embel-embel kosong seperti surga, yang entah di arah mana ia bertahta. Sehingga kami lebih memilih kebagiaan dunia yang membawa kami terlelap sedemikian dalam di dalamnya. Sampai akhirnya kami lupa akan adanya dua kehidupan dengan kesenangan hakiki dan kesengsaraan abadi. Apakah kami masih bisa meraih kesenangan dan kebahagiaan hakiki itu? jawabannya adalah masih, selagi nyawa masih dikandung badan. Dengan catatan, pelajari firman-firman Tuhan, sunnah-sunnah Rasul-Nya. Kemudian terapkan dalam setiap lakonan episode kehidupan. Jika kami mau membaca maka pastilah ini sangat familiar: (kutipan dari Blog Ustadz Abdullah Taslim, MA) Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun“(HR Ibnu Majah no. 209, pada sanadnya ada kelemahan, akan tetapi hadits ini dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain yang semakna, oleh karena itu syaikh al-Albani menshahihkannya dalam kitab “Shahih Ibnu Majah” no. 173)
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Oleh karena itu, Imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam kitab “Sunan Ibnu Majah” pada Bab: “(Keutamaan) orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia)” (Kitab “Sunan Ibnu Majah” (1/75).)

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari berkata, “Orang muslim yang paling utama adalah orang yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia), maka bersabarlah wahai para pencinta sunnah (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena sesungguhnya kalian adalah orang yang paling sedikit jumlahnya (di kalangan manusia)” (Dinukil oleh imam al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab “al-Jaami’ li akhlaaqir raawi” (1/168)
Tapi senyata apapun bunyi hadis diatas, tetaplah saja banyak yang memandang sinis pelakon sunnah, terlebih lagi penerap Firman Tuhannya, masih aja dibilang TERLALU dan SOK SUCI. Pantaskah hal demikian tertutur dari sesama Muslim? Bagaimana hal ini bisa terjadi dikalangan Internal Umat Islam? Ilmu yang tak pernah menjamah dirikah? Atau karena banyaknya sekte sehingga amalan sunnah yang dikerjakan oleh suatu golongan dianggap terlalu RASIS?

Hal-hal secuil, yang dianggap remeh inilah yang terkadang skenario Tuhan dalam sinetron yang berjudul kehidupan menjadi tak layak disebut-sebut. Tuhan tak bertitah untuk melakukan hal itu. tapi aktor beracting semaunya sendiri. Jadilah kami pembangkang bertuhankan nafsu amarah. Jadilah Tuhan satu-satunya penyusun skenarion yang paling diminati untuk dilanggar aturan skenarionya. Skenario Tuhan cukup simple dan sudah terlansir jelas dalam kitab suci-Nya. Al-quran. Serta diperinci oleh Sunnah Rosulnya, hal-hal yang masih bersifat Global. Lantas masihkah kami bingung ke mana arah untuk berlabuh di akhir cerita? Untuk menjawab kebingungna itu adalah dengan cara memuridkan diri dalam majelis-majelis ilmu, perbanyak baca dan mengkaji. Jika tidak sekarang kapan lagi. Mencari ilmu selagi ilmu belum diangkat oleh Allah. Sungguh para ulama merupakan pelita bagi umat. Keberadaan mereka sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan umat ini ke jalan hidayah, dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Sungguh kepergian mereka merupakan musibah besar bagi umat ini. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan serta merta mencabutnya dari hati manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ‘ulama. Kalau Allah tidak lagi menyisakan seorang ‘ulama pun, maka manusia akan menjadikan pimpinan-pimpinan yang bodoh. Kemudian para pimpinan bodoh tersebut akan ditanya dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan. [Al-Bukhari (100, 7307); Muslim (2673)]

Sepertinya hadis diatas merupakan sebuah tamparan sekaligus cambukan semangat bagi generasi penerus aktor dan aktris dalam sinetron kehidupan yang disutradarai oleh Pencipta itu sendiri. Jangan sampai sadarnya kami setelah ilmu telah diangkat oleh Allah. Jangan sampai. Maka dari itu patutlah ini akan menimbulkan ketakutan tersediri dalam hati  sanubari. Jika ketakutan itu belum lahir. Maka patutlah dipertanyakan keislamannya. Wallahu ‘alam. Kritis dan saran sangat diperlukan.