Politik Bima- Mbojo
Suara MAK
Oleh: Hitaf Tanu
Mak, aku tahu sebentar lagi suara mu
akan diperhitungkan, aku juga tahu kau tidak begitu tahu mana diantara mereka
yang patut kau berikan suara mu. Tapi yakinlah semua dari mereka itu adalah
pantas. Sudah beberapa hari berlalu,
suara teriakan kiri dan kanan mu begitu menggema. Tapi kau tetap tidak tahu,
apa gerangan suara mengusik telinga itu, hanya satu dari kian ribu hal yang kau
tahu, mereka adalah orang-orang yang berjas dan berdasi, bersepatukan yang
menyilaukan mata. Mereka adalah calon nahkoda tanah di mana engkau dan aku ditumpahkan. Begitu banyak tim sukses yang
silih berganti, siang malam, datang bergantian. Hanya untuk mengemis satu suara
polos mu. Apakah merek tidak baik? Mereka juga orang baik mak.
Mak, sekarang kau begitu diinginkan oleh
mereka yang dibalut jas-jas bermerek. Sekarang kau bagai ratu semalam. Segala
ingin mu mereka penuhi. Mereka begitu baik. Tapi baik yang semoga tidak hanya
singgah untuk keperluan sesaat, sepeti yang terjadi berpuluh-puluh tahun silam.
Mak, kau amatlah polos, sebab semua hal
yang mereka ceritakan,
kau ceritakan pula pada kami. Tetapi dengan kepolosan mu, membuka semua
tabir-tabir hitam yang ada di balik licinnya pakain yang mereka kenakan.
Dibalik terhormatnya kulit epidermis mereka. Sekarang aku tahu semuanya. Meski
aku tak mampu untuk menghentikan semua itu. tapi yakinlah, akan ada orang yang
bisa menjatuhkan dan merobohkan tabir-tabir itu. seperti yang terjadi pada masa
rezim suharto, saat itu ada Bang iwan fals, yang selalu meneriakan
perlawanan-perlawananya lewat lirik-lirik lagu yang ia nyanyikan. sekarang bang
iwan sudah renta mak, dan masa karya-karya pro rakyatnya pun mungkin sudah
tidak sekuat pada masa kediktatoran suharto. Akan ada yang lebih dari itu, yang
akan siap merobohkan tembok hitam itu.
Mak, doakan kami, sebagai generasi
penerus bangsa, yang insya Allah., semoga bisa menjadi penerus yang terhindar
dari kata KORUPSI, KOLUSI dan NEPOTISME. Semoga kami bisa bergerak tanpa ada
embel-embel politik. Semoga krisis politik sehat di masa sekarang tidak terjadi di masa kami.
Mak, Sudah berapa banyak orang berdasi
naik turun ke gubuk mu? Mungkin sudah terlalu banyak, sampai sampai kau lupa
bagaimana garis wajah mereka. Aku tahu kau tak pernah peduli siapa yang
nantinya akan duduk di kursi yang harganya bermiliyaran itu. kursi termahal
sepanjang sejarah kemanusiaan. kau juga tak pernah tahu, begitu banyak orang
yang merauh keuntungan dari kegiatan yang diadakan setiap lima tahun sekali
itu. karena kau begitu polos akan hal yang berbau politik. Yang kau tahu adalah
memilih karena dikasih kertas berwarna biru dan merah. Kau pun tak tahu dibalik
pemberian itu, suara mu telah terbeli dengan harga sekian ratus ribu dengan keuntungan
sekain miliaran Rupiah yang berpihak didompet mereka. Tapi ingatlah Mak, semoga
yang terpilih adalah yang bisa mengubah pahit menjadi manis, mengubah gelap
menjadi terang, yang bisa mengubah sempit menjadi luas. Dan itu menjadi harapan
kita semua.
Mak, senyummu begitu menyeka, bersinar
membinar, memudarkan garis-garis keriput di wajahmu, tetapi akankah senyum itu
terus memekar sama seperti hari di mana mereka mengicaukan beribu patah manis.
Masihkah mereka mau datang ke gubuk tua mu kelak jika mereka sudah terpilah dan
terpilih? Masihkah? Itulah yang selalu aku semogakan. Ataukah nanti mereka akan
terlalu sibuk, bahkan mendengar keluh, kesahmu saja tak sempat. Mendengar bunyi
perut lapar saja mungkin akan diabaikan. Dan sampai memudar pula senyum itu
dari wajahmu. Mereka akan terlalu sibuk, mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk
menutupi lubang dompet mereka yang sempat terkuras saat pesta lima tahun sekali
itu. jika hal demikian terjadi, mulut banyak membusa, berteriak ke sana ke
mari. yang awalnya pro menajdi kontra, dan yang kontra makin menjadi-jadi.
Lalu, pantaskah aku, mak, dan kamu mengkritisi kinerja mereka. Di sana
mengatakan pantas, karena haknya tidak dipenuhi, sedang di sini bersorak tak
pantas, karena suara kalian telah ku beli dengan rupiah. Lalu siapaa yang patut
untuk disalahkan? Apakah takdir? Tidak demikian. Tapi yakinlah, diantara sekian
orang itu, akan ada yang mengubah asa menjadi manis asi kehidupan, yang
mengubah lapar menjadi kenyang dan untuk mencapai semua itu, kuncinya ada ditangan
mak-mak semuanya. Bukan di tangan kami yang berada diperantauan ini.
0 comments: