Jadwal ku dan Kamu Kapan?



12 September 2015
jadwal ku dan kamu kapan?
oleh: hitaF aggnaT oloT
 
Sesungguhnya kematian adalah suatu peringatan Bagi yang hidup. Agar dapat mengambil hikmah bahwa yang hidup akan mati dan akan dihidupkan kembali di masa yang kekal, dimana kesengsaraan, siksaan dan kebahagiaan tak akan pernah putus. Lalu sekarang
Sudah berapa tahun umur dilewati? 10,30,50 atau 80? Lalu bagaimana amal-amalan yang dilakukan? Semakin dekat dengan Allah atau malah sebaliknya? Mengingat jatah umur semakin berkurang, INGAT berkurang bukan bertambah. Think of it..

Dunia ini begitu menawan dan melelapkan penghuninya dengan keanggunan yang menipu, sehingga aku, kamu dan mereka jadikan hari yang akhir sebagian fatamorgana.Sungguh yang paling dekat dengan adalah kematian. Tak kita bisa lari darinya. Meski kita buat peti berbahan baja. Serangannya tak pernah salah sasaran. Mau tak mau, suka tak suka. kita harus terima dengan hati lapang. Untuk menyambut dia kita perlu persiapan yang matang. Bekal haruslah diperbanyak supaya sampai pada waktu dan tempat perjamuan tamu-tamu Allah yang taat. Lagi-lagi untuk mendapatkan perjamuan cinta Allah tidaklah mudah, tidak bisa hanya dengan membayangkan. Yang harus dilakukan adalah jadikan Alquran dan sunnah sebagai rujukan hidup. Hal ini sudah dijelaskan oleh Rasulullah S.A.W. dalam sebuah hadisnya, yang artinya:
“aku tinggalkan kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang pada keduanya, yaitu Al-quran dan sunnahku”

Kapan lagi punya waktu untuk belajar, belajar alquran dan hadist. Mungkin waktu kita semakin dekat dengan ajal kita, tetapi kita tidak pernah merubah cara hidup kita. Kita selalu berorientasi pada keduniaan. Kapan kita alihkan orientasi hidup kita pada Pemilik hidup? Rasanya terlalu angkuh. Pernahkah terbesit untuk perbaiki diri? Lalu kenapa kita masih begitu-begitu saja. ketika melihat orang lain menerapkan hukum-hukum Allah saja masih merasa risih. Melihat orang yang menjalankan sunnah saja terkadang masih dibilang sok suci atau celaan lainnya. Lalu kenapa ketika mereka yang dengan jelas-jelas melampau batas seakan tidak ada yang peduli dan membiarkannya berlalu begitu saja? sudah saatnya kita merubah pola pikir kita. Kalo bukan sekarang kapan lagi. Kalo bukan kita siapa lagi. Setuju ngak.. Insya Allah yah !

Hampir setiap saat kita mendengar pengumuman di masjid-masjid tentang kabar orang yang meninggal. Bahkan tak jarang kita dikagetkan oleh hal demikian. Kaget karena mungkin orang yang namanya disebutksn tersebut adalah orang yang mungkin 2 hari yang lalu masih segar bugar, yang mungkin satu jam yang lalu bermain bola denga kita. Kita juga tidak tahu mungkin nama kita, atau nama orang-orang terdekat kita yang akan disebutkan oleh takmir masjid. Kita juga tidak pernah bisa menghitung entah berapa nyawa yang terlepas dari raga manusia hari. Kematian dan kelahiran seakan 2 fenomena yang berjalan bergandengan dan saling mendominasi satu sama lain. Kelahiran akan selalu disambut dengan senyuman. Sedangkan kematian selalu meninggalkan tangis, yang seakan menjadi bagian kelam kehidupan.
Jadikanlah senyum mereka saat kelahiran mu itu tetap mekar, sampai akhirnya nanti mereka akan tersenyum ketika kita dipanggil Sang Pemilik karena melihat kita tersenyum dengan manisnya saat nafas lepas dari raga kita, lalu mereka akan  berkata dengan Ridho, Allah lebih sayang pada mu" sahut mereka.

Aku kaget, ternyata nyawa itu berasal dari desa ku, dimana hidup baru menginjak masa pra remaja. Nampaknya, Umur bukanlah patokan sebuah kematian. Bisa saja, yang dijadwalkan besok adalah aku atau kamu. Hanya Allah yang tahu. Jangan sampai ketika dipanggil bekal ke neraka lebih banyak dari pada bekal ke surga. Rasanya pola  berdalih seperti ini harus ditinggalkan mulai dari sekarang. Ini adalah alasan sudah sangat klise,

"Sholat bisa nanti setelah masa tua, berbakti kepada kedua orang tua bisa Kapan-kapan, belajar ilmu agama nanti dulu dan kewajiban kewajiban lainnya"

padahal pada masa mudalah, dimana fisik masih tangguh untuk beribadah dengan sempurna kepada-Nya, juga belum tentu umur mencapai kata “TUA”. Jadi berbahagialah orang yang sedang berada dimasa tua, tua dengan tetap berjalan di jalan-Nya.
Setiap orang memiliki keluarga, yang sewaktu-waktu akan diambil pemiliknya. Rasanya ngak siap akan hal itu. Tapi, ingat mereka adalah titipan. Jagalah titipan itu, ajarkan mereka jalan menuju kebahagiaan yang hakiki, dan dunia boleh jadi pemisah, tapi jadikan dunia kedua sebagai pertemuan ke dua dan sekaligus pertemuan untuk selamanya tanpa ada kata PERPISAHAN untuk yang kesekian kalinya ketika dititipkan didunia. Dipisahkan karena harus sekolah keluar kota, dipisahkan karena pekerjaan, dan lain sebagainya. Maka dari itu, patutlah kita sebagai umat muslim beringan diri untuk selalu memperbaharui ketakwaan kepada Allah serta berbondong-bondong mengajak teman-teman kita untuk meraih Ridhonya.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, yuk sama-sama kita berdoa semoga kita dipermudahkan  dalam memperbaiki diri dengan cara belajar Al-Qur’an dan Hadis. Dan menerapkannya dalam keseharian kita.  Jangan hanya mau berubah Atas perintah PACARNYA tapi BERUBAHLAH UNTUK ALLAH.

berbaik budi pada syurga mu ..

Reposted, 11 September 2015

Berbudi Baik Pada Dua Pahlawan
Oleh: Hitaf Tanu
                           
                              

Ya Allah Miris sekali rasanya bila ini benar-benar terjadi, katakan pada ku bahwa ini tidak akan pernah terjadi, baik oleh mu, oleh ku, dan oleh mereka? Bahagiakan mereka selagi hidup. Kunjungilah mereka selagi sehat, tolong jangan kunjungi mereka hanya pada SAAT SAKIT saja.

Sediakan mereka makanan yang enak kalo mampu, jangan sampai makanan enak hanya dibuat atau dibawa pada saat mereka sakit karena makan enak pada saat sakit akan terasa SEPAHIT pil. Jangan abaikan mereka seperti itu, sayangi mereka seperti mereka menyayangi kita waktu bayi, bahkan sayangnya mereka tidak akan pernah padam.. Sulit dan bahkan tidak akan pernah bisa seorang anak menyamakan sayangnya orang tuan, tapi setidaknya kita mampu merawat mereka ketika mereka pada masa tua.

Allah memang Maha Adil, telah membagi kebutuhan dan kewajiban sesuai dengan porsinya masing-masing, no more no less. Ketika masih bayi, orang tualah yang berkewajiban untuk menjaga dan membesarkan kita para anak, serta memberikan segala kebutuhan kita disaat kita tidak mampu berkata sepatah dua patah kata. Orang tua saat itu, sangat peka, walaupun kita hanya bisa berkata lewat tangisan, tapi mereka tahu pasti maksud dari tangisan itu. Ketika bayi yang tak bisa berbuat apa-apa tadi mulai tumbuh dewasa. Seiring dengan petumbuhan kita yang dari tidak mampu berbuat apa menjadi manusia yang sigap,tegap, dan kekar, orang tua malah mulai melemah, kulit mengeriput, rambut ubanan, kerja tulang melemah.. itu semua karna mereka terlalu lelah bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan kita, memberikan pendidikan yang layak, mulai SD, SMP, SMA, S1, S2, polisi, tentara, dokter, perawat dan bahkan ada sampai profesor. Tujuan orang tua menyekolahkan anak anak mereka adalah tidak lain hanya ingin anaknya Sukses,

       "setidaknya anak kita bisa membaca dan menulis" ujar sepasang suami yang tidak pernah terjamah oleh pendidikan tersebut. Itulah yang diharapkan para orang tua, paling tidak anak nya memiliki strata sosial lebih tinggi dari mereka.

Ketika anak meranjak dewasa, disaat itu pulalah, orang tua, yang dulu nya memiliki kulit yang masih segar dan kencang, serta tubuh yang kuat, sekarang berbalik arah, disinilah letak keADILan Allah, dan pada masa tua dan ujur orang tualah, Allah meletakkan dan memberikan kewajiban untuk anak untuk merawat orang tua, seperti apa yang telah orang lakukan dulu. Disinilah letak kesempurnaan ayah dan ibu, jika mereka Bisa merawat dan membesarkan 10 orang anak tanpa keluh dan kesah, tapi 10 orang anak belum tentu mampu merawat mereka yang hanya 2 orang itu. Miris hati ku melihat kondisi ini..bagaiman mana bisa seorang ibu dan ayah yang tinggal menunggu datangnya hari kematian, dibiarkan sendirian dan kesepian.

Pada masa ini, mereka hanya bisa pasrah diri, hanya bisa menunggu, dan menunggu. Menunggu datangnya anak anak yang mereka besarkan dan Sukseskan dengan memeras keringat. Paling tidak, walaupun tidak bisa datang dan mengunjungi, setidaknya memberikan atau mengirimkan uang belanja untuk mereka, paling tidak dengan cara itu, orang tua tidak perlu lagi kerja banting tulang untuk memenuhi panggilan perut yang setiap waktu tak bisa ditunda. Masa tua bukanlah masa untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup.. Masa tua Seharusnya menjadi masa pensiun dari pekerjaan - pekerjaan berat mereka,. Tapi hidup tidak memberikan pilihan lain.. Lalu, kemana anak-anak yang dibesarkan tadi? Menghilang tanpa jejak.

Meski uang bukanlah hal satu satunya yang diinginkan mereka, tapi setidaknya itu bisa meringankan beban hidup mereka. Yang sebenarnya mereka butuhkan adalah perhatian, pengertian dan hiburan. Walaupun berkunjung hanya saat ramadhan itu sudah cukup, karna mungkin kendala pekerjaan yang teramat jauh dari kampung atau rumah orang tua, mungkin itu masih bisa dimaklumi. Tapi berapa kalikah komunikasi yang dilakukan lewat telepon dalam sebulan atau bahkan setahun? Satu kalikah dalam sebulan, atau bahkan dalam tidak pernah sama sekali. Orang tua mungkin masih bisa memaklumi, krena sibuk atau semacamnya. Tapi bagaiman dengan anak yang memiliki pekerjaan dan tinggal hanya beberapa puluh kilo meter atau bahkan hanya hitungan lebih sedikit dari ituu. Kondisi inilah yang dirasa aneh oleh orang tua. Dan mungkin juga para orang tua akan merasa kecewa, karena anak yang mereka besarkan dengan memeras keringat itu tidak mampu merawat dan membantu mereka dikala susah.

Semoga tulisan memberi manfaat untuk kita semua, dan kita jadikan sebagai motivasi untuk berbaik budi pada yang layak diperlakukan baik. hadirnya tulisan ini, semoga jadi tamparan bagi kita, tulisan ini mewakili berbagai kisah piluh para orang tua yang terabaiakan oleh kita, para anak. Yang sudah, dan masih berlaku baik pada mereka, baik dulu maupun sekarang, tetaplah istiqomah. dan yang belum, yuk sama-sama dilakoni.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, Ayo, sama-sama kita beristigfar memohon ampunan kepada Allah sambil mengahadirkan bayang mereka, mengahadirkan semua silaf terucap dan terlakoni dan tindak kita. setelah itu kita hubungi mereka dan minta maaf kepada mereka...

                        

Contoh Analisis tentang implicature dengan menggunakan teorinya Grice



                                       Features Of Conversation Refers To Grice’s Theory

Written by Fatihurrahman

Sunday, 01 May 2015
 


In this analysis, I am going to analize the conversations between a buyer and a seller and  also between students of UIN Malang, they are initialized as AG and FT. This analysis will focus on analyzing the features of conversational implicature in their conversations which refers to Grice theory of conversational implicature. In his theory, he says that “the conventional meaning of the words used will determine what is implicated, besides helping to determine what is said and make your conversational contribution such as is required, at the stage at which it occurs, by the accepted  purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged (1975).”
According to Griece there are four prinsiples of conversation, it is known as feature of conversational implicature. These features are the following: (i) linguistic exchanges are governed by the COOPERATIVE PRINCIPLE, the content of which is detailed in the four MAXIMS OF CONVERSATION and their submaxims; (ii) when one of the participants of the exchange seems not to follow the Cooperative Principle, his or her partner(s) will nevertheless assume that, contrary to appearances, the principle is observed at some deeper level. Yet, in this analysis, I will merely focus on both features. It is conversational implicature (Cooperative Principle) and Maxim. Here are the analysis
A.        Context
In understanding an utterence uttered by two persons or more when they are making conversation, in which contain an implied meaning or known as implicature. It means that we  have to look at the context or pragmatic meaning rather than literal meaning of the sentences uttered. In case of understanding implicature, the context will always determine the intended messages whether it is conveyed implicitly or exlplicitly by interlocuters. Therefore, in this study, I firstly analyze the context of the conversations above and afterwards will be the analysis and the discussion.
In analyizing a context in implicature, there are some parts that should be realized, because the context here, there will be the context of time, place, person, setting and the relationship of the partisipants. 
In data 1 below, the conversation is between a buyer and a seller. Athough, the buyer and the seller  have no blood relationship. Yet, in their conversation, they seem have. The seller is an old lady while the buyer is a young man.The seller was born and raised in Malang. Now she lives in Malang, at east Joyosuko Street, number 45a. She is a seller of instant food in a small stall. While the buyer here is one of the students of Brawijaya University. Yet, I did not ask him what semester he was already in. He is also one of the buyer who always eats at the seller’s stall in every morning. Therefore, When they meet one another at the aeting place (warung ibu), they talk like son and mother.  There is no gap between them. On one hand, they talk freely because they always meet one another in every day. The conversation was on  Monday morning of  1 juni 2015, at 8 o’clock. While the setting of the conversation in data 1 was in the  eating place (warung makan), which occured in a bussy morning and the crouded of people who were enjoying eating.
In the data 2 below, the conversation is between two college students. They are young boys. Both are the students of UIN Malang, sixth semester and in chumming since 2012. In other to keep their identity, their name then will be initilized as AG and FT. The conversation happened through cell phone. It happened in the distances between both participants, because they use hand phone to inform one another. The setting of this short sonversation occured at a highway, when FT was on his way to campus. AG asks FT, whether FT will be at campus today or not, by uttering Kamu nggak masuk enggak kelas pak mudji hari ini?” Then, the FT’s response is “Ban motorku kempes.” The conversation  occured on Wednesday morning 22 April, 2015.
In other to make this analysis easier, the following of both conversatios are proposed as follows:
B.        Data Presentation
Data 1:
Buyer  : Bu, seperti biasa ya!
Seller   : siap mas. Mas iki ada yang baru loh.
Buyer  : enak nggak bu?
Seller   : hahahaha@#$# menu barunya enak mas ,dijamin puas. Mas mau coba
Buyer  : Hari ini hari apa yah bu?
Data 2:
     AG     :  Kamu masuk enggak kelasnya pak mudji hari ini?
     FT       :  Ban motorku kempes bro.

C.           Analysis
Data 1.
Buyer : Bu, seperti biasa ya!
Seller   : siap mas. Mas iki ada yang baru loh.
When the hearer (seller) listens to the utterence uttered by the buyer, such as in data 1, “bu seperti biasa”,  the seller actually firtly tries to interprate that the speaker is doing the Cooperation Prinsiple with the hearer and B intends to give some information which carries deep meaning than what is said by uttering the utterence. The sentence uttered, “bu seperti biasa”, has an implied meaning which is meant the utterence  involves a presuposition, which is actually not the part of the utterence or it is not explicitly said. Even B does not ask to S direclty, yet the utterence of B is well understood by S. It is indicated by the response of  S, siap mas. Mas iki ada yang baru loh.” Besides responding, S also informs B that there is a new menu available. Yet, it will be analized later on.  In this case, the cooperative prinsiple which is proposed by Grice is well done. Because both interlocuter are doing communication without misundestanding.
Buyer : enak nggak bu?
Seller   : hahahaha@#$#  dijamin puas mas.
While responding by uttering, “siap mas.” S also gives an information to B by uttering, “Mas iki ada yang baru loh.” Even S does not say that there is a newst menu available now. B has already undestood. Therefore, B immediately respons, “enak nggak bu?”
Buyer  : hahahaha@#$#  menu barunya enak mas  dijamin puas. Mas mau coba
Seller   : Hari ini hari apa ya bu?
In the utterences above, Buyer thinks that the newst menu is not his taste. But, he does not want to hurt S by saying or uttering the utterence, “that is not my taste”, so that B tries to change the topic by uttering “Hari ini hari apa yah bu?” In this communication B breaks the rule of Maxim Relation. It is also known as a floutting in Maxim.
Data 2:
   AG      :  Kamu masuk enggak kelasnya pak mudji hari ini?
   FT       :  Ban motorku kempes.
In the short conversation above, AG asks FT  by uttering “Kamu masuk enggak kelasnya pak mudji hari ini? AG just want to know whether FT will be at campus today or not. Then, FT’s responce is “Ban motorku kempes.” it  has an intended message. The meaning is not explicitly said in the conversation. FT just say that “Ban motorku kempes.” on the other hands, the implied meaning of FT’s utterence more that just the words are said explicitly. In case of understanding the conversation above, the interlocutor should reaslize about the pragmatic meaning, because it is arrenged and interpreted through context. In line with Yule’s ideas (1996: 3), she mentions four definitions of pragmatic, namely  (1) the meaning of speakers; (2) the meaning of the  contex of interlocuters; (3) the meaning of what is said, what is communicated by the speakers; and  (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. 

D.           Discussion
After finding the data and analyzing it by using Grice’s theory of feature in conversation. In this analysis I focused on analyzing the implicature which is related to the theory of implicature. What I have explained in the previous, there are four features of conversation. Yet, In the conversations above, based on  Grice’s Theory of Conversational Implicatures (abridged). It  is about  The Cooperative Principle and  The Maxims of Conversation consist of Quality (try to make your contribution one that is true), Quantity (make your contribution as informative and no more so than is required), Relation (be relevant), Manner (be perspicuous).
In short conversations above, I found implicatures and maxims. The implicature which is  found in this investigation is conversational implicature and Maxim relation. While the other features of implicature are not found. It is because in both conversations above, the interlocutors tend to use maxim relation than the others. Likewise, conventional implicature. In addition, interlocuter sometimes does floutting in their conversation, so that they are breaking the rules of Cooperative Principles and maxims.
From the discussion conducted, it may be cocluded that the use of conversational implicature and Maxim of relation are dominant when people do communication, they tend to use both two features of conversation which refers to  Griece’s (1975) theory, there are actually four prinsiples of conversation, it is known as feature of conversational implicature. The use of conversational implicature include Maxim, it needs a big deal with the interlocuters. On one hand, there is no conversational implicature and/or  Maxim without any approval.
E.        Reference
Grice, H. Paul. (1975) Logic and Conversation, in P. Cole and J.L. Morgan eds, Syntax and Semantics, vol. 3. New York: Academic Press.

Yule, G. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.