Cinta ibu kepada anaknya
Endless love
Oleh: Hitaf Tanu
Ya Allah, melihat semua kebaikan
yang diberikan mereka yang luar biasa
ini, menjadikan hamba takut akan ketidak
mampuan dalam membalas semua kebaikan mereka. Meski ku tahu betul
bahwa kebaikan mereka tak akan pernah bisa dibalas. Oh.. Allah, hamba yakin, semua orang tua akan
melakukan hal yang sama, seperti apa yang orang tua hamba berikan untuk hamba.
Hal ini menjadi pembenaran terhadap apa yang selama ini ku dengar dari nyayian,
“Kasih ibu dan ayah tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap
kembali bagai sang suria menyinari dunia.” Tapi tetap saja ada kekhawatiran
dalam diri ini, kekhawatiran akan ketidak mampuan memperlakukan mereka dengan
baik kelak di masa ujur mereka.
Dunia seakan tahu kekhawatiran ini, sehingga dia
memperlihatkan kepada ku dengan jelas ketidak mampuan itu. Ketidak mampuan
untuk berbakti. Berbakti kepada mereka,
orang terhebat dalam hidup manusia. Kenyataan akan ketidak mampuan anak
membalas budi baik mereka sudah tampak
dengan jelas–air susu dibalas air tuba, banyak berita-berita yang ditayangkan
di TV-TV anak membunuh ayahnya, anak menghujat ibunya, anak yang hampir memukul
ibunya dengan batu bata dan anak meneriaki ibunya. Dan mungkin, kita juga
sering melihat hal itu dilingkungan sekitar kita atau kamu sendiri pernah
melakukan itu? Pastinya. Dan bahkan ada anak yang tidak saling tegur sapa
terhadap orang tuanya sendiri. Ketidak mampuan inilah yang hamba takutkan.
Walaupun perintah Allah dalam alquran dan hadis Rasulnya sudah jelas. Tapi
kenapa ini masih saja terjadi? Mungkin jawabanya adalah kurangnya ilmu yang
dimiliki.
Hari ini, 8 mei 2015, aku, seorang
anak desa yang kuliah di kota orang ini, untuk yang kesekian kali dikirimi
beras dan beberapa kebutuhan pokok lainnya–seperti ficin, rinso, energen, susu
saset, mie goreng, minyak goreng, kerupuk udang, ikan teri, dan bahkan garam
pun dikirim. Meski tidak pernah diminta, dan juga sering ku melakukan
penolakan, meminta untuk tidak dikirimi itu. Tetapi, tetap saja dikirim. Subhanallah, kemurnian cinta ayah dan ibu tak akan pernah
ku abaikan, tak akan pernah ku lupakan. Ibu dan bapak, dengan segala kekurangan
yang kalian hadapi di ujung pulau Sumbawa sana, tepatnya di Bima, masih tetap
bisa memberikan kasih sayangnya. Yang membuat ku terharu ketika membuka paket
itu adalah, kutemukan uang sepuluh ribu rupiah yang terselip di sela-sela
tumpukan barang-barang itu. Tiba-tiba air mata keluar dengan sendirinya. Cengeng
ah!! Itu hal yang biasa, mungkin karena sudah lama juga tak bersua dengan
mereka, karena udaah 2 tahun terakhir belum berjumpa. Ketidak pulangan ku bukan
karena tidak rindu, tapi karena tidak ingin menambah beban mereka. Berapa
rupiah lagi yang harus dikeluarkan kalau seandainnya aku harus pulang.
Kalian semangat ku. Semangat juang ku. Tak akan ku
abaikan perjuangan kalian, mengumpulkan rupiah demi rupiah di bawah terik
matahari sebagai penjajak padi dan cabe. Teriknya matahari tak dirasa. Keringat
bercucuran membasahi tanah. Naik turun pintu rumah orang hanya untuk mencari
pinjaman rupiah. Kalian tak pernah malu. Kalian tak pernah lelah, dan kalian
tak pernah putus asa. Itu semua demi anak-anak mu, yang mungkin dimasa mendatang,
akan lupa denga semua perjuangan kalian. Tapi yakinlah, anak mu yang satu ini,
tak akan pernah lupa. Tak akan, meski keraguan akan ketidak mampuan itu masih
ada. Mungkin pengorbanan yang sama juga kalian sudah lakukan untuk anak-anak
kalian sebelum aku dilahirkan kedunia ini? mungkin saja mereka sudah lupa
dengan semua pengorbanan yang telah kalian lakukan? sehingga kalian tidak
pernah terjamah lagi oleh tangan-tangan mereka setelah kesuksesan mereka. Tapi
yakinlah, semua pengorbanan kalian tidak akan pernah sia-sia. Satu hal yang
sering ku ucapakan ketika melihat keadaan kalian adalah kenapa saya harus
dilahirkan di akhir? Mungkin ketika aku dilahirkan diawal, hidup kalian akan
lebih baik. Tapi aku yakin, Allah punya rencana dasyat dibalik semua ini.
Kuncinya adalah ikhlaskan semua kepada Allah. O.K.!
Maafkan anakmu yang satu ini, yang masih belum bisa
berbuat apa-apa, tapi do’a, selalu ku lantunkan, mulut ku tidak penah berhenti
bertasbih, memohon kepada Allah. Memohon akan kesehataan, keselamatan dunia dan
kahirat, serta memohon agar mendapatkan umur yang barokah, diluaskan rezky, dan
kelak akan ditempatkan di Syurganya Allah. Amin. Do’a itu yang selalu
terlantun, dan seakan menjadi kebutuhan
pokok yang tak akan pernah dilupan dalam keseharian ku. Dalam setiap sujud ku.
dan aku pun yakin, dalam setiap sujud kalian selalu menyebut nama anak-anaknya,
dengan meminta kesuksesan kami semua. Hanya do’a yang bisa ku berikan untuk
kalian saat ini. Love you so much. I am nothing without you both. You are everyting
to me. Then, the suffer will be so soon after all. Give thanks to Allah.
Bahagia itu sederhana, ketika memiliki mereka,
pemilik cinta yang tak pernah berarkhir. Pecinta yang tidak pernah berpaling.
Pecinta yang hanya memberi tanpa meminta. Pada dasarnya cinta memang should be
like that sih! It is the nature of love. Tidak akan terganti sampai akhir
hayat. Semua orang tua memperlakukan sama semua anaknya. Lalu kenapa harus ada
kata pilih kasih? Hanya kalian sendiri yang bisa menawabnya. Kalo menurut ku
sih ngak ada kata pilih kasih bagi mereka, karena cinta mereka itu sama.
Bijaklah dalam menilai orang tua kalian. Apapun yang orang tua kalian lakukan
kepada kalian, itu hanyalah tanda perhatian mereka terhadp anak-anaknya. Tak
ada orang tua yang menginginkan anankya tidak bahagia. Kalaupun ada, sikap
mereka yang tidak sejalan dengan kita, itu mungkin karena ketidaktahuan mereka
mengungkapkan bagaimana cara merefleksikan cinta itu dalm tindakan. Lantas itu,
jangan membuat kalian berontak dan murka. Bicaralah dengan lemah lembut.
Berilah pengertian.
Lalu, ingatlah,masa dulu, ketika masih belum tahu
apa-apa, orang tualah orang paling pengertian. Ketika kita rengek dengan isak
tangis karena kehausan, kelaparan dan bahkan pada saat itu kita masih belum bisa
walaupun sekedar mengusir nyamuk yang menggigit tubuh halus kita. Merekalah,
orang pertama yang datang dengan pelukan hangat cinta kasih mereka.waktu
bergulir begitu cepat, kitapun tumbuh dengan cepat, begitupun aku. Ketika
mereka sudah tak harus melakukan itu lagi, karena anak-anaknya sudah besar.
Disaat itu pulalah keadaan mulai berbanding terbalik. Mereka yang dulunya
begitu kuat dan tangguh, sekarang hanya bisa duduk diam dirumah, bahkan untuk
sekedar buang air pun tidak bisa dilakukannya. Lantas, bagaimana sikap kita? Bisakah
aku dan kamu sepengertian mereka dulu? Bisakah? Mampukah? Kau takut, aku takut.
Tapi yakinlah, anakmu yang satu ini bisa melakukan itu. karena kalian adalah
berlian dan telalu berharga untuk diabaikn begitu. Berlian yang menjadi modal
untuk ku mendapatkan tiket ke tour ke Surga-Nya.
Kalian surga ku. kalian lilin dalam gelap ku. kalian
teman ku ketika semua dunia menjauh. Ketika semua mengabaikan ku. kalianlah
teman, sahabat, pencita tanpa batas, baik oleh ruang maupun waktu. Meski aku
terkadang bertanya-tanya, kenapa harus dilahirkan dalam keadaan fisik yang
jalannya Bongkok, kata orang sih begitu.
Tapi, kebaikan kalian begitu kuat, terpatri kuat dalam hati dan
fikiranku, sehingga lebih besar rasa syukur ku dilahirkan dari sel kalian
berdua. aku bisa masuk ke rahim ibu, bukan dengan tanpa perjuangan, bersaing
melawa jutaan sel lainnya. Dan inilah aku, aku adalah seorang pemenang. Itu
tidak akan bisa terbantah oleh siapapun. Terimakasih ibu, terimaksih bapak,
atas semuanya.
Mereka tidak tahu, kalian adalah kunci menuju ke
kebahagiaan yang abadi, sehingga pengorbanan kalian tidak pernah dipandang.
Tidak pernah dilirik. Diumur kalian yang sudah tidak muda lagi, kaliaan begitu
tegar, dengan segala kekurangan hidup. Ingin cepat ke sana. Dan berbakti kepada
kalian meski hanya waktu liburan tiba. Paling tidak bisa melihat kalian
tersenyum sudah cukup membahagiakan hati. Well, thanks very much for everything you have already
given to me.
for the endless love you have for
me. Aku punya karya, yang dikhususkan buat kalian berdua. Surga cinta ku, Nafas
hidup ku, Jantung hidup ku dan semangat juang ku. dan foto disamping adalah
foto di mana tanda cinta kasih kalian, tanda cinta yang tidak berakhir dan
tidak akan pernah. Begitu juga cinta ku pada kalian. It will never expire. Even
there is a bit thing comes up on my mind, it is a dread that I scare about.
I do remeber, ketika itu usia baru menginjak 15
tahun, dan fisik kalian masih begitu kekar. Naik gunung, dengan membawa karung
untuk mencari rupiah, harus berangkat subuh-subuh, agar mencapai puncak gunung sebelum matahari terbit. Dengan bekal
seadanya, ku ikuti ibu ku, yang semangatnya luar biasa. Perjuangan untuk mengambil biji kemiri
tidaklah mudah, menjinjing karung yang berisi 500 biji kemiri atau yang sudah
memenuhi setengah karung itu tidaklah mudah, dibawa ke sana ke mari, dari pohon
kemiri satu kepohon kemiri yang lain. Semak-semak dihutan belantara harus
dijajaki hanya untuk beberapa puluh ribu rupiah. Hujan saat musim kemiri itu
adalah membawa berkah tersendiri bagi pencari dan pengumpul biji kemiri seperti
kami, karena saat hujan tiba biji kemiri yang sudah tua akan mudah copot dari
tangkainya. Perjuangan yang paling berat ketika itu adalah, saat pulang, karena
harus meneteng biji kemiri itu. dengan jalan yang terjal, tanjakan dan turunan
menjadi jalan yang dilalui, belum lagi jarak yang teramat jauh.
Ibu ku cukup
kuat saat itu, musim kemiri berganti musim jambu mente, tandanya rezeki
beralih musim. Aku dan ibu beserta adikku harus berjuang lagi, kegunung lagi,
untuk mendapatkan rupiah demi rupiah. Ibu ku mengajarkan ku hidup sederhana dan
mandiri. Musim jambu mente, adalah sumber rupiah baru bagi ku dan ibu ku, meski
yang didapat tidak seberapa, jika hujan menjadi menjadi berkah di musim kemiri,
maka di musim jambu mente, kera menjadi berkah tersendiri di musim ini, karena
kera mempermudah aku dan ibu ku untuk
mendapatkan biji jambu mente, kami tidak perlu capek-capek naik untuk
mendapatkan biji jambu mente yang sudah tua dan ke cokelatan itu. yang kami
butuhkan hanya sebatang tangkai, untuk mecari biji-biji di sela-sela tumpukan
dau yang sudah kering.
Rasanya waktu begitu cepat berputar, bergulir dari
tahun 1994 ke 2015 dan sekarang ayah dan ibu sering sakit-sakitan. Ibu pun tidak
mampu lagi untuk naik gunung. Ibu dan ayah sekarang beralih profesi jadi petani
tulen. Petani padi dan cabe. Walaupun hasil dari bertani padi dan cabe tidak
seberapa. Paling tidak bisa sedikit membantu. Meski dulu bapak adalah seorang
PNS yang ngajar di Sekolah Dasar, Maklumlah bapak tidak pernah menginjak dunia
perkuliahan, sehingga pangkat tidak setinggi mereka yang PNS dengan ijazah
perkuliahan. Dan gajinya pun pas-pasan. Sekarang bapak sudah pensiun sejak 2012
lalu, gaji bapak semakin menipis, hanya beberapa ratus ribu rupiah saja.
sedangkan kebutuhan semakin banyak,
belum lagi kebutuhan diperkuliahan. Itulah kenapa sejak kecil sampai sekarang,
aku dan adik ku tidak pernah menuntut
apa-apa. Karena ibu mengajarkan hidup dalam kesederhanaa sejak kecil.
Kondisi ini pula, adik ku diharuskan untuk tidak
melanjutkan kuliah dulu sebelum aku selesai menamatkan S1 ku. Adikku cukup
pengertian. Dan tahun 2016, aku harus menamatkan S1 ku. Demi adik ku, demi
orang tua ku.
Inilah karya itu, sederhana. Special buat kalian,
bapak dan ibu terhebat sepanjang masa.