Politik Bima- Mbojo

22:41 Fatihurrahman 0 Comments


Suara MAK
Oleh: Hitaf Tanu



Mak, aku tahu sebentar lagi suara mu akan diperhitungkan, aku juga tahu kau tidak begitu tahu mana diantara mereka yang patut kau berikan suara mu. Tapi yakinlah semua dari mereka itu adalah pantas. Sudah beberapa  hari berlalu, suara teriakan kiri dan kanan mu begitu menggema. Tapi kau tetap tidak tahu, apa gerangan suara mengusik telinga itu, hanya satu dari kian ribu hal yang kau tahu, mereka adalah orang-orang yang berjas dan berdasi, bersepatukan yang menyilaukan mata. Mereka adalah calon nahkoda tanah di mana engkau dan aku  ditumpahkan. Begitu banyak tim sukses yang silih berganti, siang malam, datang bergantian. Hanya untuk mengemis satu suara polos mu. Apakah merek tidak baik? Mereka juga orang baik mak.  
Mak, sekarang kau begitu diinginkan oleh mereka yang dibalut jas-jas bermerek. Sekarang kau bagai ratu semalam. Segala ingin mu mereka penuhi. Mereka begitu baik. Tapi baik yang semoga tidak hanya singgah untuk keperluan sesaat, sepeti yang terjadi berpuluh-puluh tahun silam.
Mak, kau amatlah polos, sebab semua hal yang mereka    ceritakan, kau ceritakan pula pada kami. Tetapi dengan kepolosan mu, membuka semua tabir-tabir hitam yang ada di balik licinnya pakain yang mereka kenakan. Dibalik terhormatnya kulit epidermis mereka. Sekarang aku tahu semuanya. Meski aku tak mampu untuk menghentikan semua itu. tapi yakinlah, akan ada orang yang bisa menjatuhkan dan merobohkan tabir-tabir itu. seperti yang terjadi pada masa rezim suharto, saat itu ada Bang iwan fals, yang selalu meneriakan perlawanan-perlawananya lewat lirik-lirik lagu yang ia nyanyikan. sekarang bang iwan sudah renta mak, dan masa karya-karya pro rakyatnya pun mungkin sudah tidak sekuat pada masa kediktatoran suharto. Akan ada yang lebih dari itu, yang akan siap merobohkan tembok hitam itu.
Mak, doakan kami, sebagai generasi penerus bangsa, yang insya Allah., semoga bisa menjadi penerus yang terhindar dari kata KORUPSI, KOLUSI dan NEPOTISME. Semoga kami bisa bergerak tanpa ada embel-embel politik. Semoga krisis politik sehat di masa sekarang tidak  terjadi di masa kami.
Mak, Sudah berapa banyak orang berdasi naik turun ke gubuk mu? Mungkin sudah terlalu banyak, sampai sampai kau lupa bagaimana garis wajah mereka. Aku tahu kau tak pernah peduli siapa yang nantinya akan duduk di kursi yang harganya bermiliyaran itu. kursi termahal sepanjang sejarah kemanusiaan. kau juga tak pernah tahu, begitu banyak orang yang merauh keuntungan dari kegiatan yang diadakan setiap lima tahun sekali itu. karena kau begitu polos akan hal yang berbau politik. Yang kau tahu adalah memilih karena dikasih kertas berwarna biru dan merah. Kau pun tak tahu dibalik pemberian itu, suara mu telah terbeli dengan harga sekian ratus ribu dengan keuntungan sekain miliaran Rupiah yang berpihak didompet mereka. Tapi ingatlah Mak, semoga yang terpilih adalah yang bisa mengubah pahit menjadi manis, mengubah gelap menjadi terang, yang bisa mengubah sempit menjadi luas. Dan itu menjadi harapan kita semua.
Mak, senyummu begitu menyeka, bersinar membinar, memudarkan garis-garis keriput di wajahmu, tetapi akankah senyum itu terus memekar sama seperti hari di mana mereka mengicaukan beribu patah manis. Masihkah mereka mau datang ke gubuk tua mu kelak jika mereka sudah terpilah dan terpilih? Masihkah? Itulah yang selalu aku semogakan. Ataukah nanti mereka akan terlalu sibuk, bahkan mendengar keluh, kesahmu saja tak sempat. Mendengar bunyi perut lapar saja mungkin akan diabaikan. Dan sampai memudar pula senyum itu dari wajahmu. Mereka akan terlalu sibuk, mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk menutupi lubang dompet mereka yang sempat terkuras saat pesta lima tahun sekali itu. jika hal demikian terjadi, mulut banyak membusa, berteriak ke sana ke mari. yang awalnya pro menajdi kontra, dan yang kontra makin menjadi-jadi. Lalu, pantaskah aku, mak, dan kamu mengkritisi kinerja mereka. Di sana mengatakan pantas, karena haknya tidak dipenuhi, sedang di sini bersorak tak pantas, karena suara kalian telah ku beli dengan rupiah. Lalu siapaa yang patut untuk disalahkan? Apakah takdir? Tidak demikian. Tapi yakinlah, diantara sekian orang itu, akan ada yang mengubah asa menjadi manis asi kehidupan, yang mengubah lapar menjadi kenyang dan untuk mencapai semua itu, kuncinya ada ditangan mak-mak semuanya. Bukan di tangan kami yang berada diperantauan ini.

0 comments: